JABAR EKSPRES- KPK telah mengungkapkan temuan yang mencengangkan, yaitu ada sekitar 23.800 aparatur sipil negara (ASN) yang tercatat sebagai penerima bansos dari Kemensos.
Fakta menggemparkan ini terungkap ketika KPK bekerja sama dengan Kemensos melakukan pencocokan data antara nomor induk kependudukan (NIK) dan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) dengan data Badan Kepegawaian Nasional (BKN).
Direktur Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, mengungkapkan hasil temuan ini saat berada di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, pada hari Selasa.
Pahala menjelaskan bahwa temuan ini akan segera dikomunikasikan dengan pemerintah daerah yang menjadi domisili ASN yang terdaftar sebagai penerima bansos. Upaya perbaikan akan segera dilakukan.
“Hari ini, kami telah mengundang seluruh pemerintah daerah untuk membahas masalah ini. Kami memberikan waktu satu bulan untuk perbaikan. Perbaikan dapat berarti penghapusan dari daftar penerima, namun akan kami cek terlebih dahulu ke lapangan untuk memastikan kebenaran status ASN. Jika memang benar dia adalah ASN, maka bisa ditukar dengan calon penerima lain,” ujarnya dikutip Antara.
Baca juga: Berakhir Besok Pimpin Jawa Barat, Ridwan Kamil Minta ASN Jangan Balik Kanan
Pahala, yang dulunya adalah seorang auditor di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), juga memberikan peringatan kepada pemerintah daerah agar tidak memaksa memasukkan calon penerima bansos yang tidak memenuhi kriteria.
“Jika tidak ada calon penerima yang memenuhi syarat, jangan dipaksa, karena nantinya akan ditolak juga,” tambah Pahala.
Pahala juga mengungkapkan bahwa total nilai bansos yang tidak tepat sasaran ini mencapai sekitar Rp140 miliar per bulan. KPK bersama Kemensos masih menunggu laporan dari pemerintah daerah yang akan memverifikasi temuan ini.
Baca juga: Panduan Lengkap Cara Daftar Akun SSCASN untuk CPNS 2023 yang Tidak Boleh Kamu Lewatkan!
Selain temuan KPK, pada Januari 2023, Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) juga mengungkapkan adanya 10.249 keluarga penerima manfaat bansos yang tidak tepat sasaran. Bahkan, beberapa di antaranya terdaftar sebagai pejabat atau pengurus perusahaan.
Pahala menegaskan bahwa estimasi kerugian mencapai Rp140 miliar per bulan menunjukkan ketidaktepatan dalam penyaluran bansos. Kepastian kebenaran temuan ini akan menunggu hasil verifikasi dari daerah.