Mengapa 3 Negara Membiarkan Al Quran Dibakar dan Dirusak oleh Pedemo?

Baca Juga: China Akan Hentikan Impor Hasil Laut dari Jepang

Sebagai negara yang menganut paham sekuler, Denmark tidak memiliki konstitusi yang secara khusus mengatur masalah agama. Mayoritas budaya Denmark dipengaruhi oleh tradisi Kristen. Pemerintah Denmark sangat menghormati kebebasan berpendapat, dan dalam menghadapi aksi pembakaran Al Quran ini, pemerintah berusaha untuk mengevaluasi dampaknya terhadap keamanan negara.

Baca Juga: Dmitry Utkin, Diduga Tewas dalam Kecelakaan Jet Embraer Legacy, Bersama Bos Wagner Yevgeny Prigozhin

Menteri Luar Negeri Denmark menjelaskan, “Evaluasi ini harus mempertimbangkan kerangka kebebasan berekspresi yang dilindungi oleh konstitusi, sambil tetap memahami bahwa di Denmark, kebebasan berekspresi memiliki cakupan yang luas.”

3. Belanda

Insiden pembakaran Al Quran terjadi di Belanda pada Januari 2023, seiring dengan meningkatnya isu Islamofobia. Video amatir yang menampilkan aksi pembakaran Al Quran ini menjadi viral di media sosial.

Edwin Wagensveld, seorang pemimpin dari kelompok Patriotik Eropa Melawan Islamisasi Barat (PEGIDA), merobek dan membakar salinan Al Quran. Tindakan ini memicu perhatian publik, dan diduga bahwa tindakan serupa juga terjadi di kota-kota lainnya.

Wagensveld berargumen bahwa demonstrasi dengan menggunakan Al Quran mendapatkan izin dari pemerintah, namun demikian, tindakan membakar dilarang karena dapat menimbulkan bahaya.

Meskipun tindakan ini menuai protes dari masyarakat Islam di Belanda, dengan banyak demonstran Muslim yang mengutuk pelecehan terhadap Al Quran dan Islamofobia, hak atas kebebasan berpendapat di negara ini dijaga dengan ketat.

Dalam menghadapi aksi ini, pemerintah Belanda menilai bahwa kebebasan berekspresi adalah hak asasi manusia dan dilindungi oleh konstitusi, tetapi tindakan membakar benda tetap memiliki batas-batas yang harus dijaga.

Dengan berbagai kontroversi dan pandangan yang berbeda-beda, tindakan pembakaran Al Quran oleh pedemo di Eropa tetap menjadi perbincangan yang kompleks dan sensitif di tingkat internasional.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan