“Meningkatnya itu memang merayap tapi pasti, kalau sudah pasti terjual laku dan dapat diperhitungkan per hari berapa kilo permintaan, akhirnya stok beras juga bisa terus ditambah. Kualitas tetap sama, tapi harga tetap bersaing, bahkan bisa lebih murah. Soalnya yang beli sudah banyak langganan,” jelasnya.
Yadi lebih memilih putaran penjualanya secara kuantitas, dibandingkan mendapatkan keuntungan yang besar, namun tidak begitu ramai pembeli dan terkenal mahal.
Dia meyakini, jika seperti itu masyarakat di mana pun akan cenderung berpaling pada harga yang lebih murah.
Yadi tidak memungkiri bahwa kenaikan harga beras sering terjadi. Karena berhubungan dengan masalah operasional, seperti pemrosesan gabah menjadi beras, transportasi, dan lainnya.
“Jujur memang kenaikan itu ada, tapi kalau saya ya tetap pada prinsip saja, saat ini saja harga 10.500 merupakan harga termahal yang saya alami selama berdagang beras, tahun lalu itu saya bisa jual Rp. 9.500 per kilogram,” ungkap Yadi.
“Alhamdulilah, saya bisa jual sekitar 3-4 ton beras per hari. Bahkan, pernah sampai lima ton dalam sehari. Sampai pegawai yang membantu layani konsumen muntah kecapean,” tambahnya.
“Disyukuri dan dijalani, niat dibarengi dengan ibadah saja. Pokoknya, per hari penjualan paling minimnya itu tidak pernah kurang dari 1,5 Ton beras. Soalnya, selain konsumen eceran biasa, sekarang saya juga menjual beras ke para pedagang juga,” tandasnya.
Pantauan JabarEkpres.com dilapangan, Toko Putra Sarana milik Yadi yang berlokasi di Pasar Semi Modern Blok KF16 Kota Sumedang, terlihat kerap sekali dikunjungi konsumen.
Pengakuan yang sama pun telah dikonfirmasi oleh salah satu pegawai toko milik Yadi, Haris. (Mg11)
Baca juga: Ridwan Kamil Makin Mesra dengan Jokowi, Sinyal Cawapres?
Caption: Yadi sedang melayani konsumen yang hendak membeli berasnya. Minggu 6 Agustus 2023. (Je/ Dedis)