Di sejumlah perlintasan jalan desa, penghalang atau PJL biasanya masih dilakukan secara manual, dengan penjagaan warga sekitar.
Keberadaan pintu perlintasan di perlintasan sebidang memang menjamin keselamatan dan kelancaran perjalanan kereta api, namun kerap menimbulkan kemacetan karena terlebih jika frekuensi melintasnya kereta api cukup banyak.
Dalam hal ini, perjalanan kereta api memang lebih diutamakan, sebab apabila terjadi kecelakaan maka dampak dan kerugian yang ditimbulkan dapat lebih besar.
Sedangkan, perlintasan tidak sebidang merupakan potongan antara jalan dengan jalur kereta api, tapi keduanya tak dibuat dalam satu bidang yang sama.
Adapun contohnya seperti flyover, underpass atau terowongan, sehingga tidak ada perpotongan antara jalur kereta api dengan jalan.
Ketua BPD Cileunyi Wetan, Relly Ridwan ketika dikonfirmasi mengungkapkan, pihaknya tetap menolak terkait rencana PT KAI menutup total perlintasan sebidang.
“Warga keukeuh (bersikeras) menolak setelah dilakukan musyawarah dengan pengurus RW setempat, tokoh masyarakat dan tokoh agama,” ungkapnya.
“Meski PT KAI rencananya akan sosialisasi dalam waktu dekat, namun dari rembukan mereka sepakat akan tetap menolak. Alasannya, pintu perlintasan tersebut urgent bagi masyarakat,” pungkas Ridwan. (Bas)