JABAR EKSPRES – Provokasi terbaru dari Israel membuat Indonesia tak terima. Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben Gvir, dikecam setelah kembali berkunjung ke kompleks Masjid Al Aqsa pada Kamis (27/7). Aksi ini lagi-lagi memicu kemarahan Palestina dan Yordania.
Dalam pernyataan lewat Twitter pada Jumat (28/7), Kementerian Luar Negeri RI menyuarakan kecaman keras terhadap tindakan provokatif Menteri Israel di kompleks Al-Aqsa. Menurut mereka, ini adalah pelanggaran hukum internasional dan status quo Jerusalem.
Kabar dari The Jerusalem Post menyebutkan bahwa Ben Gvir melakukan kunjungan ke kompleks tersebut untuk memantau warga Yahudi yang sedang merayakan puasa Tisha B’Av. Sebagai tradisi, pada perayaan ini, warga Yahudi biasanya datang ke Yerusalem. Sebagian dari mereka juga mengunjungi Tembok Ratapan yang berada di dalam kompleks Al Aqsa.
Baca Juga: Rudal Korut Berkekuatan Nuklir di Tampilkan pada Parade Militer
Namun, kompleks Al Aqsa adalah wilayah yang sensitif. Status quo di sana memperbolehkan umat Muslim beribadah, sementara umat Yahudi hanya diizinkan berkunjung tanpa melakukan ibadah. Meski demikian, belakangan ini, semakin banyak umat Yahudi yang melanggar aturan ini, menciptakan ketegangan dan konflik antara Israel dan Palestina.
Tak hanya RI, Yordania juga mengecam sikap Israel dan pelanggaran status quo di kompleks Al Aqsa. Mereka khawatir situasi bisa meluas dan menyebabkan gelombang kekerasan. Masjid Al Aqsa adalah tempat suci bagi umat Muslim, dan Yordania menegaskan bahwa pelanggaran atas kesuciannya adalah tindakan provokatif dan melanggar hukum internasional.
Pemerintah Palestina juga angkat bicara, menyatakan kunjungan Ben Gvir sebagai bagian dari upaya Israel untuk mengubah realitas sejarah dan hukum di Masjid Al Aqsa. Mereka melihat kunjungan tersebut sebagai perlindungan terhadap invasi dan rencana untuk membuat masjid tersebut lebih “Yahudi”.
Kunjungan Menteri Israel ke Al Aqsa memang telah beberapa kali memicu kontroversi dan kemarahan dari berbagai pihak, terutama Palestina dan negara mayoritas Muslim lainnya. Situasi ini semakin memanaskan kawasan yang seharusnya merupakan tempat kerukunan beribadah bagi semua umat beragama.