JABAR EKSPRES- Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah menetapkan kebijakan penerapan 5 hari belajar di madrasah mulai bulan Juli 2023, dan pelaksanaannya akan dimulai pada tanggal 1 Agustus 2023.
Keputusan ini diumumkan dalam forum sosialisasi dan koordinasi dengan para pemangku kepentingan pada Rabu (26/7/2023).
Kebijakan ini mendapat kritik dari Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI daerah pemilihan DIY, Hilmy Muhammad. Menurutnya, Kanwil Kemenag DIY perlu mengambil kebijakan yang lebih mengakar.
BACA JUGA : Menuju Transportasi Modern, Kota Bogor Bebas Angkot!
Artinya, mereka harus mendengarkan dan mempertimbangkan usulan serta rekomendasi dari berbagai pihak, serta menjadi pedoman bagi masyarakat. Lebih penting lagi, kebijakan ini tidak boleh membedakan antara madrasah negeri dan swasta.
“Kami berharap Kanwil Kemenag DIY mengambil kebijakan yang lebih mengakar. Keputusan ini terkesan terburu-buru dan mengabaikan beberapa rekomendasi.
Hal ini membuat kami merasa ragu, karena kebijakan pemerintah seharusnya tidak hanya berlaku untuk instansi pemerintah saja, sementara yang swasta dan pondok pesantren dibiarkan bebas.
Ini tidak boleh terjadi. Guru di madrasah pasti akan merasa iri dengan guru Aparatur Sipil Negara (ASN), dan begitu juga para siswa,” ujar Hilmy melalui pernyataan tertulis pada Jumat (28/7/2023).
Menurut Hilmy, kebijakan lima hari kerja ini dapat menyebabkan madrasah diniyah tergusur karena jadwal pendidikan di madrasah diniyah biasanya berlangsung pada siang atau sore hari, yang akan bersinggungan dengan kebijakan lima hari sekolah.
Hal ini justru akan merugikan para murid. “Artinya, pendidikan agama atau pendidikan moral menjadi kurang diutamakan, dan ini menjadi masalah.
BACA JUGA : Ma’ruf Amin : Anak Muda Harus Ikut Andil Mencegah Paham Radikal
Jangan berharap bahwa dengan sekolah lima hari, anak-anak akan menjadi lebih pintar dalam hal agama atau moral, karena peluang mereka untuk belajar di madrasah diniyah menjadi terbatas,” tegasnya.
Hilmy juga mengungkapkan dampak lain dari kebijakan ini yaitu kurangnya pendidikan agama yang dapat menyebabkan dekadensi moral.
Di Yogyakarta, banyak permasalahan yang melibatkan remaja atau pelajar, namun pemerintah belum memiliki formulasi yang jelas untuk menyelesaikan masalah ini. Oleh karena itu, menurut Hilmy, madrasah diniyah menjadi salah satu solusi.