JABAR EKSRPES – Para ilmuwan telah membuat penemuan yang mengagumkan dengan menemukan gletser tertua di dunia yang tersembunyi di bawah ladang emas di Afrika Selatan.
Endapan glasial yang tak tergoyahkan ini terletak di bawah endapan emas terbesar di dunia, dan penemuan ini memberikan indikasi bahwa Afrika Selatan mungkin berada dekat dengan Kutub Selatan pada masa lampau.
Temuan ini memberikan wawasan penting tentang kondisi lingkungan pada awal-awal kehidupan di Bumi.
Baca juga : Mengenal Fenomena Brinicle, Tornado Bawah Laut yang Menakjubkan
Penelitian ini telah di terbitkan dalam jurnal Geochemical Perspectives Letters dengan judul yang menggugah rasa ingin tahu. “Earth’s first glaciation at 2.9 Ga revealed by triple oxygen isotopes”.
Pada dasarnya, kondisi Bumi pada saat itu masih menjadi misteri yang belum sepenuhnya terpecahkan.
Namun, keberadaan sisa-sisa glasial berusia 2,9 miliar tahun memberikan bukti yang mendukung beberapa teori tentang kondisi pada masa itu.
“Ada kemungkinan bahwa daerah tersebut berdekatan dengan kutub. Kemungkinan lainnya adalah seluruh Bumi pada saat itu mengalami periode ‘bola salju’ di mana konsentrasi CO2 dan CH4 menyebabkan efek rumah kaca terbalik dan menyebabkan hampir seluruh planet membeku,” ungkap Profesor Axel Hoffman dari Departemen Geologi, University of Johannesburg, yang terlibat dalam penemuan ini.
“Para ilmuwan meyakini bahwa peristiwa seperti itu mungkin terjadi beberapa kali dalam sejarah Bumi. Jika demikian, ini mungkin merupakan catatan periode pendinginan global tertua yang tercatat,” tambahnya, seperti yang di lansir dari IFL Science.
Selain bukti fisik berupa morain glasial yang telah menjadi fosil, para ahli juga menganalisis konsentrasi isotop oksigen dalam batuan purba untuk menentukan kondisi iklim pada saat sedimentasi terjadi.
Morain adalah tumpukan puing batuan yang di angkut atau di depositkan oleh gletser.
“Kami memeriksa proporsi relatif tiga isotop oksigen, yaitu 16O, 17O, dan 18O. Meskipun semuanya adalah oksigen, namun memiliki bobot atom yang sedikit berbeda. Kami menemukan bahwa batuan ini memiliki jumlah 18O yang rendah dan jumlah 17O yang tinggi, menunjukkan bahwa batuan ini terbentuk pada suhu yang sangat dingin,” ungkap Profesor Ilya Bindeman, salah satu penulis penelitian ini.