JABAR EKSPRES – Dalam waktu 12 minggu ke depan, produsen senjata asal Jerman, Rheinmetall, berencana membuka pabrik tank dan kendaraan lapis baja di Ukraina.
Kabar ini diungkapkan langsung oleh CEO Rheinmetall, Armin Papperger, dalam wawancara dengan CNN. Menurut perusahaan tersebut, pabrik baru ini mampu memproduksi 400 tank setiap tahunnya.
Namun, ancaman dari Rusia tidak bisa dianggap remeh. Mereka mengancam akan menghentikan produksi dengan serangan rudal. Laporan yang dilansir dari berbagai sumber menyebutkan bahwa pabrik tersebut akan berlokasi di Ukraina bagian barat dan akan dioperasikan oleh Rheinmetall bersama dengan perusahaan senjata Ukraina, Ukroboronprom.
Baca Juga: Sistem Pertahanan Militer Ukraina Berhasil Menepis Serangan Pesawat tanpa Awak Milik Rusia
Armin Papperger, CEO Rheinmetall, menyatakan dalam wawancara pekan lalu, “Ukraina harus membantu diri sendiri. Mereka tidak selalu harus bergantung pada bantuan dari Eropa atau Amerika selama 10 atau 20 tahun ke depan… itu tidak mungkin.” Pernyataannya tersebut menunjukkan keinginan Rheinmetall untuk mendukung Ukraina secara mandiri.
Rencana pengembangan fasilitas ini pertama kali diumumkan oleh Rheinmetall pada bulan Maret. Perusahaan tersebut mengungkapkan bahwa biaya pembangunan pabrik akan mencapai 200 juta dolar AS. Pabrik ini nantinya akan menghasilkan 400 tank terbaru mereka, yang dikenal dengan sebutan ‘Panther’, setiap tahunnya.
Baca Juga: Kronologi Helikopter Jatuh di Pengunungan Everest, 6 Orang Meninggal Dunia
Armin Papperger juga menjelaskan bahwa kendaraan pengangkut personel lapis baja Rheinmetall yang dikenal sebagai ‘Fuchs’ akan menjadi kendaraan pertama yang diluncurkan dari jalur produksi pabrik baru tersebut. Selain itu, pekerja Ukraina juga akan dilatih untuk membangun dan memperbaiki produk Rheinmetall lainnya, termasuk kendaraan tempur infanteri Marder, tank Leopard 2, dan sistem artileri Panzerhaubitze 2000.
Rusia secara rutin melancarkan serangan terhadap sasaran militer di Ukraina bagian barat menggunakan drone dan rudal jelajah. Mereka menganggap stok senjata asing dan kendaraan militer sebagai sasaran yang layak.