JABAR EKSPRES – Dugaan aliran dana ke anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung dari kasus suap proyek pengadaan kamera pengawas (CCTV) dengan tersangka Wali Kota Bandung nonaktif Yana Mulyana semakin disoroti.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun masih mengusut adanya dugaan aliran dana suap ke anggota DPRD Kota Bandung dari kasus proyek pengadaan kamera pengawas (CCTV) yang menyeret nama Wali Kota Bandung nonaktif Yana Mulyana.
Dugaan aliran dana kasus proyek pengadaan kamera pengawas (CCTV) ke DPRD Kota Bandung, kata JPU KPK Tito Jaelani, didapatkan berdasarkan keterangan saksi dalam persidangan terdakwa pemberi suap dan Wali Kota Bandung nonaktif Yana Mulyana. Sehingga keterangan itu akan dikembangkan pada sidang-sidang selanjutnya terkait kasus tersebut.
BACA JUGA: Babak Baru Kasus Dugaan Korupsi Yana Mulyana, Saksi Bongkar Fakta Mengejutkan Soal Fee Proyek 15 Persen
“Nanti, kami cari. Ini kaitan kok banyak informasi terkait dewan, kaitannya apa sih dengan si penerima (suap) ini,” kata JPU KPK, Tito Jaelani, dikutip JabarEskpres.com pada Rabu, 12 Juli 2023.
Hal tersebut disampaikannya usai persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat pada Senin, 10 Juli 2023.
Dari keterangan saksi, JPU KPK Tito Jaelani menjelaskan bahwa setiap pengadaan yang dilakukan di lingkungan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung itu ada fee proyek atau jatah yang harus dibayarkan oleh perusahaan pelaksana pekerjaan sebesar 10 hingga 15 persen dari nilai proyek.
BACA JUGA: Terseret Dugaan Korupsi Yana Mulyana, DPRD Kota Bandung Terima Aliran Fee Proyek 10 Persen?
Sehingga, lanjutnya, pihaknya akan menggali aliran dari sejumlah fee proyek pengadaan itu. Selain itu, didapat juga informasi ada anggota dewan yang menitipkan perusahaan untuk mendapat proyek ke dinas tersebut.
“Faktanya juga ternyata dari pengalihan anggaran dari Dinas Kominfo ke Dinas Perhubungan itu ada permainan dari pihak Dewan dan dari pelaksanaan pekerjaannya juga ada banyak titipan dari Dewan,” katanya.
Sementara itu, Andri Fernando Sijabat selaku saksi dalam persidangan itu mengaku biasanya fee sebesar 10-15 persen itu dibicarakan setelah proyek tersebut selesai. Kemudian fee tersebut dialirkan untuk kebutuhan-kebutuhan tertentu hingga ke berbagai pihak.