JABAR EKSPRES – Sebelum mendapat peringatan dari Kapolri, ternyata materi uji praktik SIM C yang melibatkan angka delapan dan zig-zag telah menjadi sorotan publik.
Materi tersebut telah diprotes oleh warga dan menjadi viral karena dianggap sulit serta memicu rasa ingin “nembak”. Pihak Kepolisian sebelumnya telah menjelaskan alasan di balik pengujian dua materi tersebut, yakni untuk menguji refleks peserta.
Penetapan materi uji angka delapan dan zig-zag tercantum dalam Peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2012 tentang Surat Izin Mengemudi. Selain itu, aturan tersebut juga menetapkan pengujian kemampuan pengereman atau keseimbangan serta perputaran arah (u-turn).
Brigjen Yusri Yunus, Dirregident Korlantas Polri, sebelumnya menjelaskan bahwa pengujian angka delapan dan zig-zag bertujuan untuk menguji kepekaan refleks pengendara dalam menghadapi situasi kecelakaan di jalan.
“Dalam hal etika berkendara yang kita harapkan dari masyarakat, kita mengajarkan mereka tentang pentingnya memiliki refleks. Ujian angka delapan digunakan untuk melatih para pengendara agar terbiasa dengan situasi kaget yang mungkin terjadi di jalan raya,” ungkapnya.
Baca Juga: 4 Destinasi Wisata Bandung yang Instagramable! Siap Terpesona dengan Keindahannya
Evaluasi terhadap Materi Ujian
Pada hari Rabu (21/6), Kapolri Listyo Sigit Prabowo meminta Korlantas untuk mengevaluasi secara menyeluruh proses pembuatan SIM, termasuk relevansi dari pengujian angka delapan dan zig-zag saat ini.
“Saya minta kepada Kakorlantas untuk melakukan perbaikan dalam pembuatan SIM. Apakah materi pengujian dengan angka delapan masih sesuai atau tidak, dan apakah melewati rintangan zig-zag masih relevan atau tidak,” ujar Listyo dalam pidatonya yang disiarkan melalui YouTube.
“Jika memang sudah tidak relevan, mari kita perbaiki,” tambahnya.
Listyo berharap pembuatan SIM tidak terkesan disulitkan karena berpotensi menimbulkan praktik “di bawah meja”. Ia yakin bahwa tidak semua orang dapat lulus ujian dengan materi angka delapan dan zig-zag ini.
“Yang penting, jangan terkesan bahwa proses pembuatan SIM, khususnya ujian praktik, hanya bertujuan mempersulit dan pada akhirnya ada praktik di bawah meja. Jangan sampai tes tidak dilakukan tapi peserta tetap lulus. Hal ini harus dihilangkan,” tegas Listyo.