JABAR EKSPRES – Pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Thomas Andrews, pada Rabu, 22 Juni 2023, menyatakan keprihatinannya atas undangan ASEAN kepada junta Myanmar untuk menghadiri pertemuan resmi blok tersebut.
Meskipun terjadi peningkatan serangan terhadap warga sipil di negara yang sedang dilanda konflik tersebut.
Berbicara dalam sebuah konferensi pers di Jakarta, Andrews mengatakan bahwa ia sangat prihatin dengan partisipasi Myanmar yang terus berlanjut dalam pertemuan-pertemuan formal pertahanan ASEAN.
Dia menunjukkan bahwa ASEAN telah menunjuk Jenderal Tun Aung, panglima tertinggi Angkatan Udara Myanmar, sebagai ketua Konferensi Kepala Staf Angkatan Udara ASEAN 2023.
Tun Aung dianggap bertanggung jawab atas serangan udara yang dilakukan terhadap desa-desa di Myanmar dengan menggunakan jet tempur.
Jenderal ini juga telah dijatuhi sanksi oleh Amerika Serikat, Inggris, Kanada, dan Uni Eropa.
Baca juga: Pemuda Obesitas 300 Kilogram Meninggal Dunia, Komplikasi Jantung dan Paru-Paru!
Andrews menambahkan, bulan lalu, panglima tertinggi Angkatan Laut junta, Moe Aung, ditugaskan untuk memimpin Pertemuan Kepala Angkatan Laut ASEAN 2024.
Junta juga terus menjadi ketua bersama Kelompok Kerja Pakar Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN Plus (ADMM Plus) tentang Kontra Terorisme dengan Rusia, dan Indonesia telah berpartisipasi dalam pertemuan tersebut.
“Tindakan-tindakan semacam ini tidak hanya merusak kredibilitas ASEAN tetapi juga berfungsi untuk melegitimasi junta dan memperpanjang penderitaan rakyat Myanmar,” katanya dikutip JabarEkspres.com dari Antara News pada Rabu, 21 Juni 2023.
Sementara itu, Andrews juga menambahkan, ASEAN telah membela keputusannya dengan mengatakan bahwa pertemuan-pertemuan tersebut hanya bersifat teknis dan tidak melanggar larangan partisipasi tingkat politik Myanmar dalam pertemuan-pertemuannya.
“Ini tidak dapat diterima. Junta seharusnya tidak diundang untuk menghadiri pertemuan ASEAN manapun,” kata Andrews.
Dia mendesak Indonesia untuk menunjukkan kepemimpinannya, bersama dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya, dan tidak menghadiri pertemuan apa pun yang mengundang junta.
Sejak kudeta pada 1 Februari 2021, junta militer yang dipimpin oleh Jenderal Min Aung Hlaing telah melakukan kekerasan terhadap rakyat Myanmar.
Menurut laporan PBB, pasukan junta telah menewaskan lebih dari 3 ribu warga sipil, menahan lebih dari 19 ribu orang, dan menyebabkan sedikitnya 1,5 juta orang meninggalkan rumah mereka, serta lebih dari 58 ribu rumah, sekolah, dan klinik dibakar.