Riwayat tentang Amalan di Bulan Dzulhijjah yang Sesuai Sunnah

وَقَدْ تَقَدَّمَ فِيْ كِتَابِ الْعِيْدَيْنِ أَحَادِيْثُ تَدُلُّ عَلَى فَضِيْلَةِ الْعَمَلِ فِيْ عَشْرِ ذِيْ الْحِجَّةِ عَلَى الْعُمُوْمِ، وَالصَّوْمُ مُنْدَرِجُ تَحْتَهَا، وَقَوْلُ بَعْضِهِمْ: إِنَّ الْمُرَادَ بِتِسْعِ ذِيْ اْلحِجَّةِ الْيَوْمَ التَّاسِعِ : تَأْوِيْلٌ مَرْدُوْدٌ، وَخَطأٌ ظَاهِرٌ لِلْفَرْقِ بَيْنَ التِّسْعِ وَالتَّاسِعِ.

“Telah berlalu di dalam kitab (pembahsan masalah) dua hari raya hadits-hadits yang menunjukan keutamaan beramal ibadah di sepuluh awal bulan Dzulhijjah, sementara ibadah puasa adalah bagian dari ibadah yang mulia. Adapun sebagian (ulama) mengatakan bahwa yang dimaksud Sembilan dzulhijjah itu adalah tanggal sembilan, maka ini adalah penafsiran yang batil lagi tertolak. Nampak sekali kesalahannya karena beda antara sembilan hari (tis’ah) dengan hari ke sembilan (at Taasi’).” (lihat Fatwa Lajnah Ad Daaimah 9/308 no Fatwa: 20247).

BACA JUGA: Apakah Boleh Nitip Doa Kepada Orang Yang Umroh?

Di antara sahabat yang mempraktikkan puasa selama sembilan hari awal Dzulhijah adalah Ibnu ‘Umar. Ulama lain seperti Al Hasan Al Bashri, Ibnu Sirin dan Qotadah juga menyebutkan keutamaan berpuasa pada hari-hari tersebut. Inilah yang menjadi pendapat mayoritas ulama. (Latho-if Al Ma’arif, hal. 459).

Adapun hadits yang diriwayatkan dari Aisyah RA. berkata:

«مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ صَائِمًا فِي الْعَشْرِ قَطُّ»

“Aku tidak pernah melihat Rasulullah ﷺ berpuasa pada sepuluh hari (awal) bulan Dzulhijah sama sekali.” (HR. Muslim : 1176).

Hadits ini tidaklah menafikan bahwa amalan berpuasa pada hari hari sepuluh di awal bulan Dzulhijjah, karena bisa jadi Rasulullah ﷺ tidak melakukan itu karena sebab tertentu seperti sakit, atau karena memberatkan kepada umatnya karena khawatir di wajibkan.

Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Asy-Syaukani Rahimahullah yang mengatakan :

وَأَمَّا مَا أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ صَائِمًا فِي الْعَشْرِ قَطُّ ” وَفِي رِوَايَةٍ: ” لَمْ يَصُمْ الْعَشْرَ قَطُّ ” فَقَالَ الْعُلَمَاءُ: الْمُرَادُ أَنَّهُ لَمْ يَصُمْهَا لِعَارِضِ مَرَضٍ أَوْ سَفَرٍ أَوْ غَيْرِهِمَا، أَوْ أَنَّ عَدَمَ رُؤْيَتِهَا لَهُ صَائِمًا لَا يَسْتَلْزِمُ الْعَدَمَ، عَلَى أَنَّهُ قَدْ ثَبَتَ مِنْ قَوْلِهِ مَا يَدُلُّ عَلَى مَشْرُوعِيَّةِ صَوْمِهَا كَمَا فِي حَدِيثِ الْبَابِ فَلَا يَقْدَحُ فِي ذَلِكَ عَدَمُ الْفِعْلُ.

“Adapun yang diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah RA. bahwasanya ia berkata, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah ﷺ berpuasa pada sepuluh hari (awal) bulan Dzulhijah sama sekali.”

BACA JUGA: Bukan dengan Obat dan Perawatan, Inilah Cara Membuat Wajah menjadi Cerah

Dalam riwayat lain, tidak pernah beliau berpuasa pada hari yang sepuluh (awal Dzulhijjah). Para Ulama Rahimahumullah berkata, yang dimaksud adalah beliau tidak berpuasa karena ada halangan sakit atau safar atau yang lainnya, atau tidak kelihatannya beliau berpuasa pada sepuluh hari awal Dzulhijjah bukan berarti tidak boleh berpuasa karena telah tetap adanya pensyari’atan puasa pada hari hari tersebut sebagaimana didalam pembahasan hadits kita, maka tidak tercela pula bagi orang yang tidak melakukannya.” (Nailul Authar 4/283).

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan