“Saya sudah lama mendapatkan informasi bahwa memang ada gerakan sistematis menghalang-halangi Anies Baswedan,” kata Denny dalam suratnya.
“(Saya) hakul yakin memprediksi bahwa pihak penguasa akan memastikan hanya ada dua paslon saja yang mendaftar di KPU untuk Pilpres 2024.
Saya sudah lama mendapatkan informasi bahwa memang ada gerakan sistematis menghalang-halangi Anies Baswedan,” katanya
2. Kemunculan Moeldoko di Partai Demokrat
Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko dinilai sedang cawe-cawe mengganggu Partai Demokrat.
Selain itu, Denny Indrayana juga menyinggung Jokowi yang membiarkan KSP Moeldoko menggugat keputusan Menkumham Yasonna Laoly.
“Juga lucu dan aneh bin ajaib ketika Presiden Jokowi membiarkan saja dua anak buahnya berperkara di pengadilan,” katanya.
Bahkan Denny Indrayana mencontohkan kasus Richard Nixon, saat menjadi Presiden Amerika Serikat, di mana seruan pemakzulan menggema seiring isu Watergate.
“Sebagai perbandingan, Presiden Richard Nixon terpaksa mundur karena takut dimakzulkan akibat skandal Watergate.
Yaitu, ketika kantor Partai Demokrat Amerika dibobol untuk memasang alat sadap. Pelanggaran konstitusi yang dilakukan Presiden Jokowi jauh lebih berbahaya, sehingga lebih layak dimakzulkan,” katanya.
3. Pencopotan Pimpinan PPP
Denny Indrayana menyinggung soal pemberhentian Ketua Umum PPP, Suharso yang sempat bertemu dengan Anies Baswedan.
Kemudian Denny Indrayana juga mengutip kata-kata Arsul Sani, bahwa PPP bisa saja hilang di DPR jika tidak mendukung Anies Baswedan, akan tetapi lebih buruk lagi jika mendukung Anies Baswedan maka PPP akan hilang saat ini juga.
Atas hal itulah Denny Indrayana meminta agar DPR menggunakan hak angketnya untuk menyelidiki dugaan tiga perkara tersebut yang menyeret nama Presiden Jokowi.
“Hak Angket DPR harus dilakukan untuk menyelidiki, apakah Presiden Jokowi menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menekan pimpinan partai politik dalam menentukan arah koalisi dan pasangan capres-cawapres),” katanya.
Namun hingga saat ini belum ada tanggapan resmi baik dari pihak DPR maupun Presiden Jokowi mengenai surat terbuka dari Denny Indrayana terkait pemakzulan sang pemimpun negara tersebut. (*)