Meneladani Sifat Amanah Dari Khalifah Ali bin Abi Thalib

JABAR EKSPRES- Pada masa kekhalifahannya, ‘Ali bin Abi Thalib pernah didatangi saudaranya, Aqil. ‘Ali memberikan isyarat kepada putra sulungnya, Hasan, untuk menghadiahkan sepotong pakaian kepada Aqil. Hasan pun menambahi- nya dengan sepotong jubah dan mantel miliknya.

Ketika malam tiba, udara terasa hangat, ‘Ali bin Abi Thalib dan Aqil duduk di teras depan gedung pemerintahan sambil bercakap-cakap hingga datang waktu makan malam. Se- bagai tamu, Aqil membayangkan akan disuguhi hidang- an makanan beraneka ragam yang enak-enak.

Namun, dia malah mendapat suguhan yang amat sederhana dan biasa saja. Dia terkejut dan berkata, “Makanan apa yang kau miliki? Apakah hanya ini?”

“Apakah ini bukan karunia Allah? Aku bersyukur sepenuh hati atas pemberian-Nya ini,” balas ‘Ali. Lalu Aqil menceritakan maksud kedatangannya, “Aku dalam keadaan terdesak dan harus segera menyelesaikan masalahku. Aku terjerat utang.

Keluarkanlah perintah untuk memutihkan utangku secepat mungkin. Tolonglah saudaramu ini supaya aku tak mengganggumu lagi dan bisa pulang dari rumahmu,” desak Aqil.

” Berapa banyak utangmu?” tanya Ali. “Seratus ribu dirham,” jawab Aqil. “Wah, banyak sekali,” jawab ‘Ali terkejut, lalu me- lanjutkan, “Mohon maaf, Saudaraku! Aku tak mempu- nyai uang sebanyak itu untuk melunasi utangmu. Na- mun, tunggulah hingga waktu pembayaran gaji.

Aku akan memberikan sebagian gajiku kepadamu. Dengan demikian, aku tidak melanggar asas persaudaraan dan keadilan. Jika keluargaku tidak membutuhkan, tentu saja aku akan memberikan seluruh gajiku.”

“Apa? Aku harus menunggu hingga saat gajian?” Biliran Aqil yang terkejut. Lalu dia berkata, “Simpanan publik dan kas negara berada dalam genggamanmu, tetapi kau tetap memintaku untuk menunggu hingga saat pembayaran gaji.

Selain itu, kau pun hanya memberikan yang menjadi bagianmu. Kau bisa menginstruk sikan pegawaimu untuk menarik dana dari kas negara sebesar yang kau inginkan. Jadi, mengapa kau mem buatku menunggu selama itu? Lagi pula, berapa jatah mu dari kas negara?

Bahkan, seandainya kau membe rikan seluruh gajimu, aku sangsi itu belum bisa membe baskanku sepenuhnya dari utang.” ‘Ali menjawab, “Aku terkejut atas usulmu. Terlepas dari tersedia atau tidaknya uang kas negara, itu bukan- lah urusanku, tetapi kita berdua setara dengan saudara Muslim yang lain.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan