Sekretaris Bapenda Kota Bogor, Lia Kania Dewi menambahkan, kegiatan ini momentum juga dengan Bapenda yang tengah menyusun naskah akademis terkait raperda dimaksud yang harus diberlakukan pada Januari 2024.
“Kita sudah ada kesepakatan dengan DPRD juga bahwa di masa sidang kedua di bulan April raperda tersebut akan disampaikan dan dibahas di DPRD,” ujarnya.
Perhitungan tarif retribusi daerah, kata dia, menjadi sesuatu yang penting lantaran nilainya harus wajar dan sesuai dengan kemampuan masyarakat. Selain itu ada fungsi pengendaliannya.
“Tadi ada tiga jenis retribusi. Pertama, retribusi jasa umum. Ini yang bersifat pelayanan kepada masyarakat di mana nilai tarif retribusinya maksimal sama dengan biaya operasional yang dialokasikan di sisi belanja. Tapi pemerintah daerah bisa mensubsidi atas kekurangan dari sisi pendapatan,” bebernya.
Dia mencontohkan, semisal biaya operasional persampahan, termasuk listrik, BBM dan juga pelayanan sebesar Rp 30 miliar, namun secara pendapatan retribusi terrealisasi hanya Rp12 miliar. Dalam hal ini diperkenankan subsidi lantaran dalam konteks retribusi jasa umum sebagai pelayanan dasar kepada masyarakat.
“Tapi ketika konteksnya masuk ke kategori retribusi jasa usaha, di mana nilai tarif retribusi itu minimal harus sama dan harus lebih karena konteksnya harus ada keuntungan,” tukasnya.
Realisasi PAD Kota Bogor Tembus Rp 934,6 M
Sementara Bapenda Kota Bogor mencacat realisasi PAD sampai Oktober 2022 tercapai 81,21 persen atau Rp 934,6 miliar dari target Rp 1,1 triliun. Rinciannya, pajak daerah terrealisasi Rp 617 miliar dari target Rp 754 miliar dan retribusi daerah Rp 18,7 miliar dari target Rp 37,8 miliar.
Kemudian hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan terrealisasi Rp 19 miliar dari target Rp 32 miliar serta lain-lain PAD yang sah Rp 279,5 miliar dari target Rp 326,7 miliar. (yud)