JabarEkspres.com, KAB. BANDUNG BARAT – Pemprov Bandung Barat-Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (LHK) melakukan audiensi bersama Aliansi Rakyat Merdesa tentang peta konflik kawasan Hawu Pabeasan.
Diskusi tersebut berjalan alot. ada dua perspektif berbeda antara aliansi rakyat merdesa dengan pihak pemerintahan.
Perbedaan tersebut mengenai peta wilayah pertambangan, hingga belum direvisinya perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di kawasan karst.
Kabid Tata Kelola Lingkungan Hidup, Zamilia Moreta menjelaskan, permasalahan tambang di kawasan Hawu Pabeasan itu, dikarenakan RT dan RW masih ada keterbatasan.
“Saya sepakat kalau masih ada ruang untuk berdiskusi, agar kita dapat gambaran khususnya masalah pertambangan,” jelas Zamilla saat ditemui di kantornya pada Jumat, 28 Oktober 2022.
Zamilla juga mempertanyakan batas pola pertambangan yang tidak jelas, hingga perlu revisi.
“Sehingga pemahaman kawasan lindung itu banyak sekali, di tata ruang perlu dipastikan Bappelitbangda, mengenai apakah kawasan lindung tidak boleh tambang,” jelasnya
Sedangkan, Sub Koordinator Kewilayahan Bidang Perencanaan Infrastruktur dan Kewilayahan Bapelitbangda Kabupaten Bandung Barat, Ira Pryadarsani menjelaskan, revisi RT RW KBB sedang dalam proses menunggu penyelesaian Lahan Sawah Dilindungi (LSD).
“Setelah selesai, kita mengajukan dibahas provinsi dan waktunya masih tentatif,” ungkapnya saat di wawancarai terpisah.
Ira menjelaskan, dalam revisi itu nantinya akan diundang pakar dan LSM, agar dimintai pandangan mengenai revisi.
“Misalnya masuk kawasan lindung ada banyak macamnya nanti ada aturan zonasinya yang dijelaskan peruntukannya, ada yang diperbolehkan hingga bersyarat,” bebernya.
Ira merespons pertanyaan Aliansi Rakyat Merdesa, yang menanyakan mengapa masih ada pertambangan di wilayah Hawu Pabeasan dengan menjawab bahwa hal itu dapat perizinan dari Pemerintah Provinsi.
“Masih ada tambang, namun perizinannya dari Pemprov,” tutup Ira.*** (Mg1)