JabarEkspres.com, BANDUNG – Kurangnya kesadaran diri dan kepekaan terhadap masalah kekerasan serta pelecehan seksual, membuat anak-anak terancam keamanannya.
Peneliti Pusat Riset Gender dan Anak Unpad, Antik Bintari menyampaikan, masih terjadinya kasus kekerasan serta pelecehan pada anak, sebab kurang berjalannya sinegritas antara pemerintah dan masyarakat.
“Ada pogram Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), se-Indonesia per tahun 2016,” kata Antik kepada Jabar Ekspres melalui seluler belum lama ini.
“Persoalannya program itu banyak yang tidak berjalan atau (tak) konsisten,” tambahnya.
Antik mengakui, sebetulnya jika program PATBM ini masih dilakukan, maka dapat menjadi salah satu inisiasi dari pemerintah pusat terhadap Undang-Undang Perlindungan Anak yang dikembangkan di daerah, sebab sangat berpotensi melakukan perlindungan bagi anak.
“Karena peran masyarakat sesuai pasal 72 di Undang-Undang Perlindungan Anak. Bahwa mereka harus melakukan semacam sosialisasi, edukasi bahkan merespons kasus,” ujarnya.
“Itu ada di pasal 72 undang-undang perlindungan anak dan itu dikembangkan melalui PATBM,” lanjut Antik.
Dia menerangkan, Jawa Barat pun per Kabupaten/Kota seharusnya sudah diberlakukan program PATBM dan saat ini baru beberapa wilayah yang menerapkannya.
“Saya kemarin baru sosialisasi di Kabupaten Indramayu. PATBM itu yang berfungsinya akrivis di masyarakat, aktivis anak,” terang Antik.
Dia menambahkan, pada kegiatan PATBM masyarakat berperan penting dan sistematis, seperti mengedukasi orangtua, anak dan warga di lingkungan.
Antik juga menjelaskan, setiap kegiatan bisa dikoorninasikan dengan desa/kelurahan dan kecamatan, agar melalui dinas terkait di tingkat kabupaten/kota bisa dihadirkan pemateri, yang berkaitan untuk memberi pengetahuan dan pendampingan tentang perlindungan anak.
“Edukasi untuk anak, orangtua dan masyarakat itu bagaimana supaya merubah norma atau nilai buruk yang tidak sesuai dengan pola asuh atau pendidikan anak,” jelasnya.
Antik memaparkan, pada dasarnya aturan pemerintah mengenai perlindungan anak, dinilai sudah ideal dan setiap pasalnya pun tergolong lengkap.
“Mulai dari perlindungan anaknya, sistem peradilan anaknya, kemudian pornografi, ITE untuk mencegah pelanggaran elektronik, karena bisa jadi anak-anak itu dapat kekerasan atau pelecehan seksual melalui elektronik,” paparnya.