JabarEkspres.com, BANDUNG – Ketua Komite III DPD RI Hasan Basri mengatakan, penanganan kesehatan jiwa di Provinsi Jawa Barat perlu ditingkatkan.
Peningkatan perlu dilakukan untuk menekan kasus Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di masyarakat.
“Saat ini jumlah ODGJ di Jabar mencapai sekitar 21 ribu orang,” katanya usai Rapat Kerja dengan jajaran OPD Pemprov Jabar dalam rangka pengawasan atas pelaksanaan UU Kesehatan Jiwa di Gedung Sate, Senin, 19 September 2022.
Kendati begitu, DPD RI mengapresiasi langkah Pemprov Jabar dalam penanganan kasus tersebut. Salah satunya dengan adanya kampung Kampung Walagri (Wahana Layanan ODGJ Mandiri).
Ia mengatakan bahwa kampung tersebut disiapkan untuk membina ODGJ dan ODMK yang telah pulih akan menjadi contoh dan merupakan best practice bagi provinsi lainnya.
HB, sapaan akrabnya, mengatakan Komite III DPD RI mendorong Pemprov Jawa Barat untuk memberi dukungan bagi pembangunan RS Jiwa di tingkat kabupaten/kota.
“Untuk menanggulangi jarak tempuh warga ke RS Jiwa Provinsi mengingat pengobatan dan pelayanan kesehatan kesehatan jiwa juga berdasarkan layanan rujukan,“ ucapnya.
Sementara itu, Wakil Gubernur, UU Ruzhanul Ulum, yang menerima rombongan Komite III DPD RI menyebutkan jumlah pasien ODGJ didominasi oleh perempuan.
Selain itu ada peningkatan jumlah pasien di golongan anak-anak yang disebabkan karena adiksi internet.
Dirinya juga menyebut, salah satu hambatan dalam penanganan kesehatan jiwa di provinsi Jawa Barat khususnya penanganan ODGJ adalah masih adanya stereotip negatif dan stigma dari masyarakat bahkan keluarga terhadap ODGJ.
“Pengobatan secara tradisional bahkan pengekangan dan pemasungan dipilih untuk menghindari rasa malu dan aib keluarga. Dari sisi regulasi, beberapa peraturan daerah dan peraturan gubernur telah diterbitkan untuk penanganan kesehatan jiwa,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur RS Jiwa Provinsi Jawa Barat, dr. Elly Marliyani mengatakan, keterbatasan anggaran menjadi persoalan utama dalam operasional RS Jiwa. Akibatnya muncul kendala lainnya.
Dia mencontohkan, keterbatasan sarpras berupa belum tersedianya bangunan yang memadai, jumlah psikiater masih kurang memadai dan belum terpenuhinya kebutuhan alat kedokteran dan alat kesehatan yang memadai dan sesuai kebutuhan pasien.