BANDUNG – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung akan membahas mengenai regulasi BPJS Ketenagakerjaan bagi pegawai non-ASN.
Hal ini disampaikan Walikota Bandung, Yana Mulyana usai diskusi bersama BPJAMSOSTEK Kota Bandung, Senin (25/7/2022).
“Ke depan kita coba targetkan untuk beberapa sektor yang persentasenya masih sangat kecil. Nanti kita coba formulasikan termasuk untuk tenaga kerja non-ASN di Kota Bandung,” ujar Yana.
Ia menambahkan, dalam waktu dekat kemungkinan sementara yang akan didaftarkan BPJAMSOSTEK adalah pegawai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
“Kita coba lewat regulasi yang ada. Kita mengalihkan risiko kalau terjadi sesuatu teman-teman bisa tercover,” imbuhnya.
“Sedangkan untuk pekerja non-ASN lainnya, kami akan mengkaji kembali sesuai anggaran dan regulasi yang ada,” sambungnya.
Sementara itu, Kepala BPJAMSOSTEK Bandung Soekarno Hatta, Ahmad Feisal Santoso menuturkan, sampai saat ini jumlah pekerja formal yang dilindungi program BPJS Ketenagakerjaan di Kota Bandung berjumlah lebih dari 339.000 orang.
Adapun pekerja sektor informal sejumlah 19.000 dari 500.000 atau 3,83 persen.
“Artinya sekitar 49,58 persen pekerja yang terkover BPJS Ketenagakerjaan dari jumlah tenaga formal yang dirilis oleh BPS. Ini merupakan kesempatan dan bentuk dukungan yang baik,” ucap Feisal.
Berdasarkan Instruksi presiden (Inpres) nomor 2 tahun 2021 tentang optimalisasi pelaksaan program Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek), iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebanyak Rp 4.420 per orang.
Sementara untuk Jaminan Kematian (JKM) sebanyak Rp 5.524 atau total iuran per bulan itu kurang dari Rp 10.000 per org atau Rp2,1 miliar selama setahun.
“Semoga masyarakat pekerja semakin peduli dengan pentingnya program jaminan sosial ketenagakerjaan dan harapannya terwujudnya universal coverage bagi seluruh pekerja di Indonesia khususnya Kota dan Kabupaten Bandung,” pungkasnya. (*)