Soal Kampanye di Kampus, KPU Masih Tunggu Instruksi Pusat

JabarEkspres.com, BANDUNG – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bandung, Suharti, menyebut bahwa pihaknya masih menunggu instruksi pusat terkait regulasi kampanye di kawasan kampus.

Sebetulnya, kata Suharti, tidak ada larangan kampanye partai politik (parpol) atau para partisipan pemilihan umum (pemilu) di area institusi perguruan tinggi.

“Karena bisa melakukan kampanye ketika diundang oleh otoritas (pendidikan) terkait,” ujar Suharti kepada Jabar Ekspres, Kamis (4/8).

Dirinya menjelaskan bahwa hal demikian tertuang dalam Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu berbunyi: pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu (dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan).

Dalam tap penjelasan pasal tersebut, berbunyi: fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

“Itu masih dikaji oleh KPU RI dan juga DPR. Tentunya, termasuk NGO (non- governmental organization) Kepemiluan. Bagaimana proses tadi? Apakah mungkin kampanye di kampus?” imbuhnya.

Oleh dasar tersebut, KPU RI mesti terlebih dahulu mempersiapkan ‘aturan mainnya’. Dia menuturkan, misalkan, kampus harus secara adil mengundang tiap-tiap bakal calon pemimpin maupun parpol.

“Harus adil buat semua, serta berdasarkan undangan,” tuturnya.

Suharti menambahkan, terlebih kampus bisa dikatakan sebagai kawah candradimuka. Segala aktivitas intelektual mahasiswa diasah. Termasuk mereka pun sudah dianggap sebagai calon pemilih dalam pemilu.

Mereka para calon pemilih, membutuhkan informasi dan perlu juga dilibatkan dalam proses sosialisasi kampanye. “Bagaimana mereka tahu (politik)? sisi positifnya itu (kampanye di kampus),” tambahnya.

Dirinya menyampaikan, pemilu masih perlu partisipasi masyarakat. Tidak hanya masyarakat awam atau luas. Melainkan juga instansi perguruan tinggi yang penuh intrik intelektual.

Termasuk tak hanya sekadar berdialektika, berwacana soal politik semata. “Tetapi ayo sumbang sarannya. Turun sebagai penyelenggara, atau apapun.”

“Kampus bisa, misalnya, dengan mengadakan debat politik, partai politik. Tapi itu tadi, harus adil,” pungkasnya.*** (zar)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan