Bagaimana jika belum diaqiqahi ketika kecil?
Ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa aqiqah masih jadi tanggung jawab ayah hingga waktu si anak baligh. Jika sudah dewasa, aqiqah jadi gugur. Namun anak punya pilihan untuk mengaqiqahi diri sendiri. Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 30: 279.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berpendapat, “Hukum aqiqah adalah sunnah mu’akkad. Aqiqah bagi anak laki-laki dengan dua ekor kambing, sedangkan bagi wanita dengan seekor kambing. Apabila mencukupkan diri dengan seekor kambing bagi anak laki-laki, itu juga diperbolehkan. Anjuran aqiqah ini menjadi tanggung jawab ayah (yang menanggung nafkah anak). Apabila ketika waktu dianjurkannya aqiqah (misalnya tujuh hari kelahiran, pen), orang tua dalam keadaan fakir (tidak mampu), maka ia tidak diperintahkan untuk aqiqah. Karena Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Bertakwalah kepada Allah semampu kalian.” (QS. At-Taghabun: 16). Namun apabila ketika waktu dianjurkannya aqiqah, orang tua dalam keadaan berkecukupan, maka aqiqah masih tetap jadi perintah bagi ayah, bukan ibu dan bukan pula anaknya.” Disebutkan dalam Liqa’at Al-Bab Al-Maftuh, tanya jawab dengan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin di rumahnya.
Demikian khutbah pertama ini tentang sekilas hukum qurban dan aqiqah, moga bermanfaat.
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
أَحْمَدُ رَبِّي وَأَشْكُرُهُ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
Amma ba’du
Ma’asyirol muslimin jama’ah shalat Jumat rahimani wa rahimakumullah …
Ada pertanyaan yang sering muncul, bolehkah menjual hasil qurban misalnya kulit? Bolehkah pula panitia menukarkan kulit dengan daging dan tujuannya untuk dibagi kembali?
Cukup terjawab dengan perkataan ulama besar kita berikut ini.
Imam Syafi’i rahimahullah pernah mengatakan, “Binatang qurban termasuk nusuk (hewan yang disembelih untuk disembahkan pada Allah, pen.). Hasil sembelihannya boleh dimakan, boleh diberikan kepada orang lain dan boleh disimpan. Aku tidak menjual sesuatu dari hasil sembelihan qurban (seperti daging atau kulitnya, pen.). Barter antara hasil sembelihan qurban dengan barang lainnya termasuk jual beli.” Lihat Tanwir Al-‘Ainain bi Ahkam Al-Adhahi wa Al-‘Idain, hal. 373, Syaikh Abul Hasan Musthofa bin Isma’il As Sulaimani, terbitan Maktabah Al Furqon, cetakan pertama, tahun 1421 H.