JAKARTA – Aksi Cepat Tanggap (ACT) menjawab kabar gaji fantastis hingga ratusan juta yang diterima para pejabatnya. Isu penyelewengan dana umat itu memunculkan tagar ‘aksi cepat tilep’ hingga ‘jangan percaya ACT’ di media sosial.
Presiden ACT Ibnu Khajar mengakui kabar pendapatan Presiden ACT sebelumnya sebesar Rp250 juta. Namun nominal tersebut hanya berjalan saat Januari 2021, dan tidak berlaku secara konstan atau tetap.
“Jadi kalau pertanyaannya apa sempat diberlakukan, kami sempat memberlakukan di Januari 2021. Tapi tidak berlaku permanen,” ujar Ibnu saat jumpa pers di kantornya di kawasan Jakarta Selatan, Senin (4/7).
Meski tidak berlaku secara permanen, soal pemberian gaji sebesar Rp250 juta untuk posisi presiden. Pada saat kisaran medio Desember 2021, ACT pun memutuskan mengurangi gaji akibat kondisi keuangan yang tidak stabil.
“Sampai teman-teman mendengar di bulan Desember 2021, sempat ada kondisi filantropi menurun signifikan. Sehingga kami meminta kepada karyawan mengurangi gaji mereka,” katanya.
Alhasil karena posisi yang tidak stabil itulah, lanjut Ibnu, para pengambil kebijakan di ACT sepakat untuk memotong besaran gaji dari setiap karyawan guna mengurangi biaya operasional.
“Kami memilih dua hal apakah kami mengurangi karyawan waktu itu atau apakah kami mengurangi beberapa alokasi karyawan. Beberapa karyawan memilih kami sharing saja supaya, kami mengurangi menanggung sehingga beberapa dikurangi (gaji) secara kolektif,” ujarnya.
Gaji Petinggi ACT Tak Lebih Rp100 Juta
Ibnu menambahkan, pendapatan yang kini dia terima kini tidak lebih dari Rp100 juta.
“Di pimpinan presidium, yang diterima tidak lebih dari Rp100 juta,” ucapnya.
Angka tersebut, kata Ibnu, menjadi hal yang wajar untuk seorang presiden yang mengelola ribuan karyawan. Sedangkan untuk data terkait Rp250 juta dia tak memberikan penjelasan lebih lanjut.
“Untuk Presiden yang mengelola 1.200 karyawan. Rp250 juta tidak tahu dananya dari mana,” tuturnya.
Organisasi filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) dikabarkan terlibat dalam dugaan penyelewengan dana donasi yang melibat sejumlah petinggi. Dimana uang tersebut disalurkan, dengan nominal yang tidak sesuai dengan jumlah.
Dalam laporan investigasi Tempo, dikabarkan jika dugaan penyelewengan itu terjadi di beberapa kegiatan. Seperti di Kabupaten Gunung Kidul misalnya, ACT menyodorkan berkas penggalangan donasi untuk Saharno.