7.568 Balita Di Kota Bandung Alami Stunting, Salah Satunya Karena Pernikahan Dini

BANDUNG – Sebanyak 7.568 balita di Kota bandung terjangkit stunting. Angka tersebut berarti 7 persen dari total jumlah balita di Kota Bandung mengalami masalah tersebut. Data dari Dinas Kesehatan Kota Bandung juga menyebutkan secara nasional terdapat 26,4 persen balita stunting di Indonesia pada 2019.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung Ahyani Raksanagara mengatakan jumlah kasus stunting di Kota Bandung masih tergolong tinggi. Hal itu disebabkan oleh banyaknya faktor pemicu.

Faktor yang berpengaruh diantaranya adalah lingkungan yang tidak sehat. Menurutnya, buruknya kondisi sanitasi dan kebersihan lingkungan dapat berdampak pada tumbuh kembang anak, termasuk juga pada jaminan gizi ibu hamil.

“Faktor kedua adalah stress, kami pernah melakukan survey pada IRT (ibu rumah tangga), ditemukan tingkat stress sampau 60 persen lebih, baik karena depresi, finansial, mental, dan lainnya,” ujarnya dalam diskusi bertema Kesehatan Keluarga dan Dampaknya pada Stunting di Kota Bandung, yang digelar di Gedung Gelanggang Generasi Muda, Kota Bandung, Senin (4/7).

Masih di tempat yang sama, Pakar Kesehatan dr Elvine Gunawan mengatakan hal yang paling mendukung bertambahnya kasus stunting adalah kesendirian (loneliness). Maka, bebernya, diperlukan lingkungan dan keluarga yang dapat saling mendukung dan bersama mengantisipasi timbulnya stress pada ibu maupun anak.

“Stunting itu multifaktor. Stimulus sosial itu hal yang paling penting untuk anak. Kalau lingkungan sehat, itu akan menjadi faktor baik untuk tumbuh kembang bagi anak,” paparnya.

Ia menyayangkan sikap masyarakat yang masih menganggap remeh bahaya stunting. Menurutnya, perlu penggencaran edukasi di posyandu-posyandu ditambah pemantauan dan pemeriksaan mendalam secara berkala.

Upaya edukasi yang dilakukan Dinkes Kota Bandung salah satunya adalah untuk mendorong pencegahan pernikahan dini. Menurut data BPS tahun 2021, diketahui bahwa pernikahan di bawah umur, di bawah 16 tahun, di Kota Bandung masih mencapai 8,81 persen, atau sekitar 300 ribu anak di bawah umur sudah menikah.

“Jadi kita edukasi masyarakat supaya pernikahan di bawah umur itu tidak terjadi, karena resikonya sangat tinggi. Kita edukasi soal kesehatan ke masyarakat, itu ada tim kesehatan siaga, jadi kalau ada masalah kesehatan kita selalu siap siaga 24 jam,” ungkap Ahyani.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan