Jadi Doktor Termuda, Ketua Yayasan STIH IBLAM Rahmat Dwi Putranto Raih Gelar Doktor Ilmu Hukum dari Unpad

Saat ini, lanjut Rahmat, terlalu banyak masalah hukum di Indonesia dimana salah satunya dengan banyaknya undang-undang yang tumpang tindih, yang disharmoni tidak selaras satu sama lainnya. Ini jadi topik permasalahan utama dalam disertasi yang akan diselesaikan. Harapan ke depan melalui pemikiran dan gagasan teknologi hukum dan perancangan perundang-undangan pihaknya bersama-sama bisa memperbaiki kualitas mutu dari produk hukum di Indonesia.

“Kita ngga mau dong undang-undang kita seperti Cipta Kerja yang baru diluncurkan langsung dibilang sama MK inkonstitusional bersyarat. Padahal itu undang-undang niatnya bagus ingin menyederhanakan begitu banyaknya undang-undang yang lain, tapi cara pembentukannya salah. Sehingga kualitasnya pun bermasalah, yang akhirnya sampai hari ini juga menimbulkan pro dan kontra terus menerus,” paparnya.

Ke depan, Rahmat pun ingin undang-undang itu ibarat seperti mobil yang baru keluar dari pabrik. Harus kualitas terbaik yang diberikan kepada masyarakat, sehingga ketika ada permasalahan, baru bisa dibawa ke bengkel.

“Bukan kaya hari ini, undang-undang keluar dari pabrik tapi mobilnya rusak. Jadi sudah pasti harus ke bengkel juga, sudah pasti after service-nya pasti ada, undang-undang kita itu seperti itu,” ungkapnya.

Lebih lanjut Ia mengatakan, “Padahal kan seharusnya seperti produk mobil pabrikan, keluar dipakainya lancar. Setelah 1000 km baru kita cek oli dan lain sebagainya. Tapi sekarang undang-undang ngga nyampe 1000 km pun sudah rusak ibaratnya,” ujarnya.

Rahmat pun berharap ke depannya undang-undang itu kalau keluar sudah harus jadi kualitas yang paling baik yang bisa dihasilkan. Saat ini, ia memiliki program yang akan dijalankan untuk memutakhirkan kurikulum mata kuliah teknologi hukum yang akan diterapkan di kampus IBLAM.

“Saya ingin berkolaborasi dengan berbagai stakeholder untuk membangun gagasan Pusat Hukum Nasional ke depan,” harapnya.

Pihaknya merasa saat ini, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) itu tidak cukup memiliki kewenangan dalam membangun kualitas perancangan perundang-undangan ke depannya yang lebih baik.

“Sehingga tentu ini bukan tugas saya sendiri tapi harus berkolaborasi dengan stakeholder-stakeholder terkait untuk membangun gagasan ini menjadi kenyataan,” pungkasnya. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan