JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, sesuai dengan Paris Agreement yang disepakati negara-negara dunia, Pemerintah Indonesia juga sudah menargetkan untuk melakukan penurunan emisi gas buang.
Hal ini dilakukan sebagai wujud untuk mengantisipasi dari perubahan iklim dunia yang harus segera dicegah secara Bersama-sama negara di dunia.
Untuk mendukung ini, Indonesia sendiri sudah memiliki kebijakan mengenai pajak karbon sebagai sumber pendanaan melalui skema Cap Trade-Tax yang dikenakan di sector pembangkit tenaga listrik.
Menurut Airlangga Hartarto, pembangkit listrik Batubara adalah salah satu yang akan dikenakan pajak karbon tersebut.
‘’pembangkit listrik tenaga batubara dengan proses yang tidak efisien atau emisi yang lebih tinggi dari batas atas akan dikenakan biaya tambahan,’’ujar Menko Airlangga Hartarto dalam keterangannya, Selasa, (21/6).
Dia mengatakan, pajak karbon merupakan salah satu instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK) yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon.
Pajak karbon diterapkan sambil mendorong perkembangan pasar karbon, inovasi teknologi, dan investasi yang lebih efisien, rendah karbon, serta ramah lingkungan.
Untuk itu, sebagai wujud untuk membentuk ekonomi hijau, alternatif pendanaan menjadi permasalahan yang harus ditemukan jalan keluarnya.
“Ini dilakukan agar pendanaan tidak terbatas hanya dari APBN saja,’’ cetus menko Airlangga.
Pendanaan juga bisa dibuat dengan membuat Green Sukuk atau bisa dari berbagai instrumen alternatif seperti blended finance dengan skema menampung dana dari pihak swasta untuk pengembangan energi terbarukan dan mitigasi perubahan iklim.
Komitmen Indonesia lainnya adalah, dengan meningkatkan kerja sama pembiayaan hijau dengan beberapa lembaga internasional berupa program Energi Baru Terbarukan.
Untuk kejasama ini aka nada pendanaan yang bersumber dari Development Finance Institution dan Export Credit Agency.
Sedangkan untuk, penerapan ekonomi hijau, pemerintah sudah membuat roadmap keuangan berkelanjutan yang didukung oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
di Indonesia juga telah didorong dengan Roadmap Keuangan Berkelanjutan 2021-2025 yang telah dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai otoritas pasar modal juga didorong untuk segera mempersiapkan infrastruktur, perangkat, dan instrumennya.