JAKARTA – Keputusan pemerintah menghapus tenaga honorer menimbulkan pro-kontra di kalangan masyarakat.
Kebijakan tersebut membuat sebagian besar honorer menolak penghapusan tersebut karena tidak disertai solusi penyelesaian yang jelas terutama untuk honorer tenaga administrasi dan teknis lainnya.
Kelompok lainnya seperti guru honorer, tenaga kesehatan (nakes), dan penyuluh pertanian malah berpikir itu sinyal positif, pertanda mereka akan diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
“Honorer tenaga administrasi dan teknis lainnya resah dengan SE penghapusan honorer ini, apalagi sudah ada daerah yang tidak mengalokasikan anggaran gaji di APBD 2023,” kata Ketua Forum Honorer K2 Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Andi Melyani Kahar kepada JPNN, Jumat (3/6).
Dia melihat ada yang janggal dengan deadline penghapusan honorer pada 28 November 2023. Memang, itu sesuai amanah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK.
Namun, kata Sean, sapaan akrab Andi Melyani Kahar, penetapan tanggal, bulan, dan tahun seperti sudah didesain untuk kepentingan Pilpres 2024.
“Asli, kentara banget lho tahun politiknya. November 2023 itu kan mulai kampanye sampai Januari 2024,” ujar Sean.
Dia menyesalkan, lagi-lagi honorer menjadi sasaran empuk dalam pertarungan politik 2024.
Bisa jadi pada 2023 muncul sosok calon presiden dan partai politik yang menawarkan janji-janji akan memperjuangkan nasib honorer.
“Polanya kan seperti itu setiap kali ada pemilu dan honorer yang jadi korbannya,” ucapnya.
Sean pun meminta untuk tidak lagi mempolitisasi honorer. Biarkan honorer hidup tenang dengan diberikan kepastian status terutama untuk honorer K2. Pemerintah sudah mengeluarkan SE Penghapusan Honorer pada 30 Mei 2022.
Seluruh instansi baik pusat maupun daerah diminta tidak lagi mempekerjakan honorer dengan tenggat waktu 28 November 2023. Para honorer tersebut diminta dialihkan ke PPPK maupun CPNS.
Untuk penjaga keamanan, sopir, petugas kebersihan dialihkan ke alih daya alias outsourcing. (JPNN-red)