Bukan Hanya UAS, Singapura juga Larang Penayangan Film ‘The Kashmir Files’ di Bioskop, Ini Penyebabnya

Faktor utama mengapa UAS ditolak karena UAS dituding sebagai sosok yang menyebarkan ajaran ekstremis dan segregasi, yang tidak dapat diterima dalam masyarakat multiras dan multi-agama Singapura.

Pemerintah Singapura menambahkan bahwa UAS di masa lalu, telah berkhotbah bahwa bom bunuh diri adalah sah dalam konteks konflik Israel-Palestina, dan dianggap sebagai operasi syahid.

UAS disebut telah membuat komentar yang merendahkan anggota agama lain, seperti Kristen, dengan menggambarkan salib Kristen sebagai tempat tinggal “jin (roh/setan) kafir”.

UAS juga secara terbuka menyebut non-Muslim sebagai kafir. “Masuknya pengunjung ke Singapura tidak otomatis atau hak,” jelas kementerian setempat.

“Setiap kasus dinilai berdasarkan kemampuannya sendiri. Sementara Somad telah berusaha memasuki Singapura seolah-olah untuk kunjungan sosial. Pemerintah Singapura memandang serius setiap orang yang menganjurkan kekerasan atau mendukung ajaran ekstremis dan segregasi,” katanya.

Sementara itu UAS Senin lalu memposting terkait kehadirannya ditolak masuk ke Singapura di media sosial. Postingannya termasuk foto dan video area penahanannya di Terminal Feri Tanah Merah.

Meskipun dia adalah salah satu pengkhotbah Indonesia yang paling banyak diikuti warganet, UAS juga kerap dikritik oleh masyarakat Indonesia, termasuk para pemimpin Muslim arus utama, atas komentar yang memunculkan kesan merendahkan agama lain. Setelah Singapura menolaknya masuk, UAS kabarnya juga ditolak ditolak ke Hong Kong, Timor Leste, dan beberapa negara Eropa.

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pemuda Muslim Indonesia yang lebih sering menggunakan Internet cenderung memiliki pandangan radikal dan intoleran dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang jarang online.

Penelitian ini dilakukan oleh Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN Syarif Hidayatullah) bekerja sama dengan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) pada akhir 2017.

rofesor Jamhari Makruf dari UIN Syarif Hidayatullah, sebagai peneliti utama studi tersebut menjelaskan ada korelasi positif antara penggunaan internet di kalangan anak muda Muslim dengan cara mereka memandang keragaman agama. “Kami menemukan situs-situs keagamaan didominasi oleh pandangan eksklusif dan intoleran,” kata Prof Jamhari.

Studi lebih lanjut mengungkapkan bahwa da’i populer di kalangan anak muda Muslim yang sering menyampaikan narasi radikal, seperti ulama kontroversial India Zakir Naik dan da’i Indonesia Khalid Basalamah. (dis/rit)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan