BANDUNG – Semarakkan bulan Menggambar Nasional yang jatuh pada Mei tahun ini. Institut Drawing Bandung bersama komunitas seniman lainnya mengadakan kegiatan MEIgambar dengan tema ‘Marakayangan Drawing’.
Dalam kegiatn MEIgambar yang bertemakan ‘Marakayangan Drawing’ tersebut para peserta dan seniman diundang menggambar langsung di lokasi sekitaran Gedung Merdeka – Jl Asia Afrika, Kota Bandung pada 8 Mei – 13 Mei. Lantas selanjutnya karya yang terpilih bakal dipamerkan di Gedung Pusat Kebudayaan, Kota Bandung. Adapun pembukaan pameran karya Marangkayanger’s Drawing berlangsung pada 14 Mei – 17 Mei.
“Ini merupakan kegiatan yang digelar serentak di berbagai kota di Indonesia. MEIgambar, bagaimana bulan Mei ini diperingati sebagai bulan seni rupa oleh seluruh insan, gak harus seniman, makanya dinamai MEIgambar,” ungkap seniman lukis Anton Susanto (42), kepada Jabar Ekspres di sela-sela kegiatan melukisnya, Rabu (11/4).
Karena dalam kegiatan menggambar dengan tema ‘Marakayangan Drawing’, lanjut Anton, relatif semua orang bakal lebih dekat. Berbeda dengan kegiatan melukis yang jenisnya lebih spesifik.
“Nah, ini (MEIgambar) juga maksudnya membangun spirit kebersamaan bagaimana caranya seni rupa di Indonesia bisa terlihat. Setidaknya kami mulai dari menggambar,” katanya.
“Maka kami mengundang banyak seniman dan komunitas, untuk sama-sama bikin peringatan bulan Mei sebagai bulan Menggambar Nasional,” sambungnya.
Dengan menggambarkan kegiatan cosplay (penyerupa) sosok hantu alias ‘jurig’ itu, jelas Anton, para seniman juga sekaligus mengabarkan lebih banyak ke semua orang. Bahwa kota ini memang tidak salah disebut sebagai kota kreatif.
“Orang akan semakin ‘ngeh’ dan semakin tahu mengenai area di sini. termasuk yang jadi gagaasan utama di program ini objek utamanya itu ‘jurig-jurig’ ini,” ucapnya.
Lalu, kata Anton, itupula lah yang menjadi alasan para seniman mengusung konsep tema Marakayangan. Selain tentunya, sebuah konsep yang sekaligus memberi suatu pertanyaan bagi para seniman itu sendiri.
“Seniman dengan gelombang pandemi, seperti semua profesi yang terkena dampak, semua profesi mesti mencari jalan keluar. Kemudian seniman dan seni rupa juga begitu. Kenapa kita jadi marakayangan, bergentayangan?” ungkapnya.
“Bagaimana seniman bergentayangan di ruang-ruang yang bisa kami masuki. Kami bergentayangan di tempat-tempat yang kemudian kami bisa menghidupi dan juga bisa hidup. Jadi, ada spirit, terinspirasi dari jurig itu,” tambahnya.