“Ini (penemuan partikel-partikel plastik dalam paru-paru manusia) mengejutkan sebab saluran udara manusia itu lebih kecil dalam bagian bawah paru-paru. Kami pun berharap bahwa partikel dengan ukuran seperti ini dapat tersaring atau terperangkap sebelum tiba jauh sedalam ini,” pungkasnya.
“Data ini memberikan kemajuan penting mengenai masalah polusi udara, mikroplastik, dan kesehatan manusia,” ia menambahkan.
Ia menyatakan bahwa data dari penemuan ini dapat digunakan untuk merekayasa suatu kondisi yang masuk akal bagi eksperimen laboratorium guna menentukan dampaknya bagi kesehatan.
Penemuan para peneliti ini pun telah diterbitkan oleh jurnal Science of the Total Environment. Partikel-partikel plastik ini berukuran 0,003mm lewat hasil analisis dari pengamatan alat spektroskopi guna mengetahui jenis plastik tersebut.
Partikel-partikel plastik itu diketahui merupakan bagian dari sampah-sampah plastik yang dibuang ke lingkungan. Ia pun lantas mencemari lingkungan dan telah menyebar hingga ke seluruh dunia.
Partikel-partikel plastik itu telah beredar dari mulai di puncak Gunung Mount Everest sampai palung lautan. Ia juga sudah ditemukan dalam plasenta perempuan hamil, dan paru-paru tikus yang kemudian dengan cepat menjalar ke jantung, otak, dan organ lainnya.
Para peneliti juga telah menemukan benda-benda yang nyaris tak kasat mata itu berada dalam feses bayi dan orang-orang muda.
Para ilmuwan telah menganalisa sampel-sampel darah dari 22 pendonor yang notabene merupakan anak-anak muda. Hasilnya, 17 sampel darah tersebut mengandung partikel plastik.
Sebagian sampel mengandung plastik jenis PET, yakni bahan dasar botol-botol minuman. Para peneliti juga menemukan polystyrene, yang digunakan dalam kemasan makanan dan produk lainnya. Kemudian, seperempat dari sampel-sampel darah itu mengandung polyethylene, bahan dari kantong-kantong plastik.
“Penelitian kami merupakan indikasi pertama bahwasanya di dalam darah kita mengalir partikel polymer. Ini sangat mengkhawatirkan,” ungkap Prof Dick Vethaak, seorang peneliti kesehatan lingkungan di Vrije Universiteit Amsterdam, Belanda.
Lantas ia pun menyarankan agar penelitian ini terus dikembangkan, seperti memperbanyak sampel-sampel darah.
Semua penelitian ini tentunya menjadi peringatan keras bagi semua pihak, khususnya pemerintah, untuk mengambil tindakan-tindakan radikal guna memerangi pencemaran lingkungan ini.