JAKARTA – Meski kerap menuai penolakan pegiat HAM, Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) tetap mencantumkan penerapan hukuman mati. Namun, menurut Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkum HAM) Edward Omar Sharif Hiariej, pidana mati masuk kategori hukuman spesial.
Hukuman spesial atau special punishment, kata Wamenkum HAM, bisa berubah dalam pelaksanaannya.
”Artinya, jika seorang terpidana berkelakuan baik akan dapat diberikan penurunan hukuman menjadi penjara seumur hidup atau 20 tahun penjara,” katanya.
”Jadi, hukuman mati bukan main punishment, tapi menjadi special punishment,” jelas dia dalam keterangan tertulis yang diterima Jawa Pos, kemarin (29/3).
Saat menerima kunjungan Duta Besar (Dubes) Jerman untuk Indonesia H.E. Ina Lepel pada Senin (28/3), Wamenkum HAM menyampaikan penjelasan senada. Sebagaimana diketahui, Jerman merupakan salah satu negara yang menolak penerapan hukuman mati sebagaimana wacana hak asasi manusia (HAM) di negara tersebut. Hampir semua negara di kawasan Eropa juga menolak penerapan hukuman mati.
Eddy, sapaan karib Edward Hiariej, menjelaskan kepada Lepel bahwa seluruh narapidana (napi) diberi pembinaan selama menjalani masa hukuman di lembaga pemasyarakatan (lapas) maupun rumah tahanan negara (rutan). Dari pembinaan itulah napi mendapat ”kesempatan” kedua untuk berubah.
Apalagi, pembinaan yang diberikan tidak hanya berupa mental dan spiritual, tetapi juga keterampilan. ”Sikap berkelakuan baik selama menjadi warga binaan pemasyarakatan (WBP) dapat dijadikan acuan dalam pemberian penurunan hukuman atau pengajuan bebas bersyarat,” tutur Eddy.
Sebagaimana diberitakan, penerapan hukuman mati yang dapat berubah itu tercantum dalam pasal 100 ayat (1) RUU KUHP. Dalam pasal itu disebutkan, hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun jika terdakwa menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan untuk diperbaiki, peran terdakwa dalam tindak pidana tidak terlalu penting, atau ada alasan yang meringankan. Pidana mati dengan masa percobaan pada ayat itu harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.
Kemudian, dalam pasal 100 ayat (4) ditegaskan tentang aturan berkelakuan baik sebagai indikator perubahan hukuman mati tersebut. Bunyi pasal itu, ”Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan keputusan presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung.”