BANDUNG – Draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang ditargetkan Kemendikbudristek masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas pada Mei 2022 masih banyak yang harus diperhatikan.
Selain dihapuskannya penyebutan ‘madrasah‘, dalam draft RUU Sisdiknas terdapat pula sejumlah hal yang menjadi persoalan.
“Bukan hanya sekedar masalah (dicabutnya, red) penyebutan madrasah yang dihilangkan,” ungkap Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhamadiyah (PWM) Jawa Barat (Jabar), Rizal Fadillah kepada Jabar Ekspres.
“Ternyata ini, meski Sisdiknas, tapi tidak merupakan penggambaran sistem pendidikan. Karena draft RUU Sisdiknas (yang dirancang saat ini) lebih merupakan sistem pembelajaran, daripada sistem pendidikan nasional,” tambahnya.
Bahkan, menurutnya, Sisdiknas yang sedang dirancang tersebut tidak menggambarkan sistem pendidikan nasional yang semestinya baru, inovatif, dan lain-lain.
Bersamaan, Ketua PWM Jabar, Suhada menambahkan, Sisdiknas itu sendiri semestinya membahas hal yang luas, bukan malah sebaliknya.
“Ternyata draft tersebut hanya (membahas, red) sekadar soal pembelajaran dan persekolahan. Ini jadinya, kan, justru seperti urusan makro, tapi yang dibahas malah mikro,” ujarnya.
“Kalau sistem pendidikan nasional, ya harus masuk lembaga madrasah dan pesantren. Karena yang namanya sistem pendidikan nasional itu, harus memasukkan semuanya,” tambahnya.
Draft RUU Sisdiknas yang seharusnya strategis, lanjut Rizal, tetapi saat ini yang dibahasnya malah hanya sekadar urusan sekolah dan pembelajaran.
“Seharusnya (Sisdiknas) komprehensif. Kalau ini (masih berkutat, red) di sistem sekolah dan pembelajaran. Harusnya lebih luas, ini malah kecil,” kata Rizal.
Selain terkait dihapusnya penyebutan madrasah, diketahui bahwa tiga undang-undang (UU) rencananya bakal bernasib sama. Ketiga UU tersebut yaitu UU No 20 tentang Sisdiknas tahun 2003, UU 14 tentang dosen dan guru, serta UU No 12 tahun 2014 tentang perguruan tinggi.
Rizal kembali mengatakan, hal tersebut tentu mesti jadi perhatian. Pasalnya cangkupan Sisdiknas itu tak sekadar persoalan tiga elemen tersebut besar.
“Padahal Sisdiknas itu bukan hanya soal guru, dosen, dan perguruan tinggi saja. Kalau mikro, masuknya ke dalam pendidikan umum, seharusnya jangan Sisdiknas. Bicara Sisdiknas, bicara yang lebih luas,” katanya.
“Makanya aliansi ini (APPI, red) protes, ‘Disdiknas jangan masuk ke proglenas’. Karena belum mateng, belum komprehensif, belum dukungan publik, kurang keterlibatan publik,” pungkasnya. (zar)