Akan tetapi, hari makin kelam, angin besar, dan sesekali terdengar suara ranting-ranting pohon yang jatuh saking sepinya. Sunyi. Dehidrasi membuat mereka tidak mampu berkata-kata lagi.
Sampai suatu ketika, salah satu dari mereka mengambil inisiatif mencari mata air. Apa yang ia lakukan itu seakan-akan seperti sedang membodohi diri sendiri. Pasalnya, ia sendiri tahu bahwa tidak ada sumber mata air di Gunung Manglayang, apa lagi saat itu posisi mereka sedang berada di tengah hutan, di tengah Gunung Manglayang.
Meski begitu, ia tidak peduli. Dengan tenaga yang masih tersisa, ia memilih untuk pergi mencari sumber mata air atau apa pun itu yang bisa menghilangkan dehidrasi. Beberapa temannya saat itu tertidur di akar-akar besar pepohonan, tentu dengan tubuh yang lemas.
Melihat kawan-kawannya yang sudah tidak berdaya itu, ia bergegas pergi sendirian mencari air entah ke mana. Saat itu ia mengambil arah turun dan berhenti di tanah yang agak landai. Dengan modal senter dan headlamp, sambil menenteng dirigen kecil ia menelusuri dengan harapan menemukan air.
Hasilnya? Tidak ada. Bagaimana bisa ada mata air di sekeliling jurang-jurang itu?
Ia memutuskan untuk duduk di sebuah batu kecil di sekitar jalur curam. Nafasnya terengah-engah kelelahan. Coba bayangkan, hawa dingin dan tenggorokan kering. Ya, itulah yang ia rasakan!
Tiba-tiba, entah dari arah mana, ia mendapati seorang nenek-nenek menghampiri dirinya. Matanya sudah sedikit buram. Tampak oksigen sudah sangat berkurang dalam tubuhnya itu. “Apa yang kamu lakukan di tempat seperti ini?” kata nenek-nenek itu.
Ia menjawab bahwa ia sedang mencari air untuk dirinya dan teman-temannya yang sudah kelelahan di atas sana. Nenek itu berkata bahwa ia akan menemukan sebuah kolam yang cukup besar berisi air di bawah sana. “Sok, cepet turun. Itu, ke sana,” kata si nenek-nenek sambil menunjuk ke bawah.
Tanpa berpikir panjang ia langsung mengucapkan terima kasih kepada si nenek-nenek dan lekas pergi ke arah yang sudah ditunjukkan.
Tidak jauh dari situ, ia sangat girang karena di sana memang ada semacam kolam atau bak besar berisi air. Ia langsung meneguk air dari kolam itu secara langsung hingga dehidrasinya reda. Ia basuh wajahnya dengan air itu, dan seketika tubuhnya segar kembali.