Melalui karya Shelvira—selain bisa merasakan suasana menonton seperti di era 1930an— pengunjung juga bisa mendapatkan perspektif dan refleksi unik soal isu perempuan dan budaya yang selama ini masyarakat anut.
Film unik dan orisinal milik Shelvira ini, bisa diinterpretasi secara personal sesuai dengan penafsiran pengunjung sendiri.
Sementara itu, Dimas Budiman (22), seniman dari karya The Hidden Proxemics, menyayangkan bangunan sejarah yang kini sudah terbengkalai.
“Ini ‘kan gedung bersejarah ya, kenapa tidak dipergunakan lagi? Untuk pameran atau aktivitas sosial lainnya,” ujar Dimas.
Karya Dimas sendiri sangat apik, seniman dengan latar belakang pendidikan Desain Interior ini memproyeksikan kreativitasnya melalui karya yang mengambil sudut pandang demensia (penurunan daya ingat).
“Istilah yang aku dapat saat kuliah dulu, yaitu manusia punya batasan ruang masing-masing. Semacam bubble, dibagi menjadi empat; publik, sosial, sifat dan intim. Aku gabungkan dengan apa yang aku dapat di lokakarya (pameran),” ujar Dimas saat menjabarkan makna karyanya.
“Ingatan dan semua sensasi di tubuh kita itu tidak pernah hilang, tapi diubah menjadi sesuatu. Yang jadi pertanyaan saya, kalau kita lupa bagaimana? Apa yang terjadi jika kita itu (mengalami) demensia?” Sambungnya.
Ilham, Shelvira, dan Dimas merupakan beberapa seniman yang ikut hadir meniti asa untuk upaya revitalisasi gedung Bioskop Dian.
Dalam ruangan yang redam dengan dinding kusam ini, beragam warna ditorehkan melalui mimpi dan karya para seniman. Mungkin suatu saat nanti—gedung ini akan kembali jaya, tumbuh melalui angan para seniman yang berkarya dengan segenap hati.