JAKARTA – Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengungkapkan sejauh ini banyak penceramah berpaham radikal.
Pernyataan ini diungkap oleh Dikretur Pencegahan BNPT Brigadir Jenderal Ahmad Nurwakhid mengatakan, bahwa terkait penceramah berpaham radikal sebetulnya sudah diingatkan oleh Presiden Joko Widodo.
‘’Ini sebagai peringatan kuat untuk meningkatkan kewaspadaan nasional,’’ kata Nurwakhid dalam ketangannya, Sabtu, (3/4).
Dia mengingatkan, adanya pernyataan presiden tersebut sebaiknya ditanggapi serius oleh setiap kementerian.
BNPT sendiri sudah ikut mengingatkan bahwa radikalisme harus dipahami sebagai paham yang menjiwai aksi terorisme.
‘’Radikalisme merupakan sebuah proses tahapan menuju terorisme yang selalu memanipulasi dan mempolitisasi agama,’’tegas Nurwakhid.
Untuk itu, aga masyarakat mengetahui penceramah berpaham radikal BNPT memberikan beberapa ciri mengenai penceramah yang memiliki paham radikal tersebut.
Menurut Nurwakhid ada beberapa indikator penceramah berpaham radikal, di antaranya, isi materi yang disampaikan mengajarkan ajaran anti Pancasila dan pro idieologi khilafah transnasional.
Kedua, mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama.
Ketiga, menanamkan sikap anti pemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap membenci dan membangun ketidak percayaan (distrust).
‘’Masyarakat dibuat tidak mempercayai pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, hate speech, dan sebaran hoaks,’’katanya.
Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas).
Kelima, biasanya memiliki pandangan anti budaya ataupun anti kearifaan lokal keagamaan.
Nurwakhid juga menegaskan,mengenali ciri-ciri penceramah jangan terjebak pada tampilan.
Akan tetapi, isi ceramah dan cara pandang mereka dalam melihat persoalan keagamaan biasanya selalu dibenturkan dengan wawasan kebangsaan, kebudayaan dan keragamaan.
Kelompok radikal ini memiliki strategi yang bertujuan untuk menghancurkan Indonesia melalui berbagai strategi yang menanamkan doktrin dan narasi ke tengah masyarakat.
Menurutnya, Ada tiga strategi yang dilakukan oleh kelompok radikalisme untuk membuat isu-isu anti pemerintah.
Pertama, mengaburkan, menghilang bahkan menyesatkan sejarah bangsa. Kedua, menghancurkan budaya dan kearifan lokal bangsa Indonesia. Ketiga, mengadu domba di antara anak bangsa dengan pandangan intoleransi dan Isu SARA.