JABAREKSPRES.COM – Dampak pecahnya perang antara Rusia dan Ukraina, membuat banyak negara menunjukkan keberpihakannya. Salah satunya Jepang, yang langsung menyatakan diri berpihak pada Ukraina bahkan siap menampung pengungsi warga Ukraina.
Pemerintah Jepang melalui Perdana menterinya Fumio Kishida mengatakan siap untuk menampung warga Ukraina yang melarikan diri dari serangan Rusia, pada Rabu (2/3).
Hal tersebut disampaikannya saat melakukan sesi percakapan telepon dengan Perdana Menteri Polandia Mateusz Morawiecki.
Pasalnya Polandia merupakan Negara terdekat Ukraina yang bisa dijangkau melalui jalur darat, karenanya PM Jepang tersebut langsung menghubungi PM Polandia untuk berkoordinasi mengenai pengungsi ini.
Kishida juga meminta Morawiecki untuk membantu warga Jepang yang terjebak di Ukraina untuk memasuki Polandia dengan cepat melalui jalur darat.
Perserikatan Bangsa-Bangsa sudah memperkirakan bahwa hampir 700.000 orang sudah melarikan diri dari Ukraina ke negara-negara tetangga sejak serangan dimulai hampir sepekan lalu.
Badan Pengungsi PBB menyebut serangan itu sebagai krisis pengungsi terbesar di Eropa abad ini.
Sekitar setengah dari para pengungsi itu saat ini berada di Polandia.
“Untuk melanjutkan solidaritas dengan rakyat Ukraina, kami akan melanjutkan untuk menerima mereka yang mencari perlindungan di negara ketiga,” kata Kishida setelah sambungan telepon tersebut.
Dia menambahkan bahwa fokus awal adalah kepada orang-orang dengan kerabat atau teman di Jepang.
“Untuk mendukung Ukraina dengan kuat, kami akan memperkuat koordinasi dengan G7 (Kelompok Tujuh negara-negara industri utama) dan masyarakat internasional,” katanya kepada awak media.
Dia menambahkan PM Polandia sudah berjanji untuk memberikan dukungan maksimal.
Kishida juga berbicara via telepon pada Rabu (2/3) dengan Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier dan mengatakan bahwa kedua negara akan bekerja sama menangani krisis itu.
Jepang sudah bergabung dengan negara-negara Barat dalam menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Rusia atas serangan yang Rusia sebut dengan “operasi militer khusus” itu.