JAKARTA – Program Jaminan Hari Tua (JHT), yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dinilai turut berperan dalam menekan angka kemiskinan di Indonesia. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Teguh Dartanto menjelaskan, angka harapan hidup berada pada usia 71 tahun. Sementara itu, JHT memberikan perlindungan kepada pekerja sejak usia 56 tahun.
Menurutnya, secara statistik masyarakat dengan usia 56-71 tahun mayoritas tergolong rentan miskin, sehingga membutuhkan jaminan perlindungan sosial yang kokoh.
Dia menilai, secara normatif program tersebut memberikan jaminan kelayakan hidup kepada masyarakat pekerja selama 15 tahun, bahkan berpotensi lebih lama.
“Ide dasar JHT ini untuk menyiapkan usia pensiun dan ada minimum pendapatan untuk hidup. Dan pengalaman negara lain penyalurannya memang di umur tertentu, walaupun boleh ada yang diambil sebagian pada periode tertentu semisal 10 atau 30 persen. Tetapi gak bisa diambil 100 persen ketika berhenti bekerja atau apa pun itu. Jadi memang yang tepat seperti ini,” kata Teguh, Kamis (16/2).
Menurutnya, dana yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan memang bersumber dari iuran peserta.
Namun dia mengimbau kepada seluruh pekerja untuk tidak memperpanjang polemik aturan pencairan JHT yang tertuang di dalam Permenaker No. 2/2022.
Pasalnya, aturan itu disusun dengan semangat untuk memberikan proteksi kepada masyarakat usia pensiun, sehingga tidak masuk ke dalam kategori masyarakat miskin dan rentan miskin.
Terlebih, kata Teguh, potensi lonjakan kemiskinan di usia tua sangat tinggi seiring dengan tidak adanya jaring pengaman sosial yang memadai.
Hal inilah yang coba dihindari oleh pemerintah dengan menyusun regulasi tersebut.
“Kemiskinan di usia tua tinggi sekali. Makanya ide JHT ini sejalan dengan yang kami dorong, yakni bagaimana negara memberikan perlindungan kepada usia tua,” tutur Teguh.
Teguh menambahkan, penolakan terhadap perubahan aturan pencairan JHT tak berdasar mengingat pemerintah telah menyediakan fasilitas perlindungan bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), yakni program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
“Intinya, Permenaker itu oke karena sekarang sudah ada JKP. Jadi kita harus mengembalikan fungsi utama JHT ini untuk masa pensiunan,” seru Teguh. (JPNN-red)