Jokowi Disebut Mirip Soeharto oleh YLBHI, Begini Respon Ngabalin

JAKARTA – Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), ALi Mochtar Ngabalin merespon terkait unggahan foto di Instagram Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang menyandingkan foto Joko Widodo (Jokowi) dengan mantan presiden RI ke-2 yaitu Soeharto dan menuliskan keduanya mirip.

Ngabalin mengatakan agar YLBHI tidak asal bicara karena menyebutkan pemerintahan Soeharto dan Jokowi mirip.

“Yayasan itu jangan asbun (asal bunyi, Red),” ujar Ngabalin saat dikonfirmasi, Senin (14/2).

Menurutnya, kasus Wadas yang menolak adanya bendungan sangat tidak pas jika karena hal itu YLBHI menyamakan pemerintahan Jokowi dengan Soeharto.

“Kalau karena kasus Wadas dia sejajarkan Jokowi dengan Soeharto, boleh jadi mereka tidak tahu (kondisi, Red) dan tidak sampai ke lapangan. Karena per hari ini KSP masih ada di lapangan. Sehingga dia mesti tahu persis apa yang terjadi di lapangan. Yayasan ini jangan sampai menjadi sumber fitnah,” katanya.

Ngabalin menyebutkan, harusnya yang bertanggung jawab kasus Wadas adalah Bupati setempat. Bukan malah menyeret Jokowi dalam kasus tersebut.

“Saya kira sangat tendensius. Dari kemarin saya bilang yayasan itu orang pintar, moral tinggi. Kalau bermoral dan pendidikan tinggi, tidak nyinyir, mesti buktikan dong,” ucapnya.

Sebelumnya, YLBHI mengunggah sebuah foto dan menyatakan bahwa mereka melihat ada kesamaan antara pemerintahan Presiden ke-7 Jokowi dengan pemerintahan Presiden ke-2 RI Soeharto atau masa Orde Baru. YLBHI melihat ada 10 kesamaan di sektor pembangunan.

Pemerintahan Jokowi serupa dengan Orde Baru dalam pembangunanisme. Mereka mengingkari mandat konstitusi dengan mengabaikan keadilan sosial dan kemanusiaan yang adil dan beradab!” tulis YLBHI melalui akun Instagramnya @yayasanlbhindonesia.

10 poin kesamaan pemerintahan Jokowi dan Orde Baru menurut YLBHI di antaranya:

1. Mengutamakan pembangunan fisik dan serba dari atas ke bawah untuk kejar target politik minus demokrasi.

2. Pembangunan bernuansa koruptif dan nepotis

3. Tidak ada perencanaan risiko untuk masyarakat yang terdampak pembangunan sehingga menciptakan kemiskinan (pemiskinan) struktural

4. Pembangunan tidak berizin atau dengan izin yang bermasalah

5. Legal (UU dan Kebijakan) namun tanpa legitimasi suara rakyat

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan