LANGKAT – Setelah melalui pemeriksaan terhadap 63 orang saksi, Tim dari Polda Sumatra Utara (Sumut) menemukan beberapa fakta, termasuk berapa banyak penghuni kerangkeng milik Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin yang mengalami penyiksaan.
Kapolda Sumut Irjen Panca Putra Simanjuntak kepada wartawan menjelaskan jumlah penghuni kerangkeng yang dianiaya sementara ini berjumlah 6 orang.
“Ada korban-korban penganiayaan, kurang lebih ada enam yang sudah kami dapatkan ini,” kata kepada wartawan, Rabu (9/2).
Irjen Panca mengungkapkan, ada penghuni kerangkeng yang mengalami cacat karena dianiaya, bahkan ada yang meninggal dunia.
“Ada yang cacat,” ujar Jenderal bintang dua tersebut. Panca menyebut pihak Polda Sumut akan terus mendalami terkait penganiayaan itu.
Dia meminta agar masyarakat yang mengetahui soal penganiayaan itu untuk segera memberikan informasi kepada polisi. “Terus ini akan kami buka peluang kepada masyarakat untuk berani melapor dan berani memberikan kesaksian,” ujarnya.
Panca mengungkapkan hingga saat ini pihak kepolisan sudah meminta keterangan dari sekitar 63 orang saksi untuk mendalami kasus tersebut.
“Yang jelas tim sudah memeriksa sampai saat ini kurang lebih ada 63 saksi,” ujar mantan kapolda Sulawesi Utara itu.
Adapun yang dimintai keterangan itu, kata Panca, di antaranya penghuni kerangkeng, mantan penghuni, keluarga, bahkan masyarakat yang mengetahui soal kerangkeng itu.
Sebelumnya, Komnas HAM RI juga menemukan fakta bahwa pasien di kerangkeng yang ada di lahan belakang rumah pribadi Terbit Rencana Perangin Angin di Desa Raja Tengah Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat itu dianiaya, bahkan ada yang sampai tewas.
“Faktanya memang kami temukan terjadi proses rehabilitasi yang memang penuh dengan catatan kekerasan, kekerasan fisik sampai hilangnya nyawa,” kata Komisioner Komnas HAM Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Mohammad Choirul Anam, saat konferensi pers di Mapolda Sumut, Sabtu (29/1).
Choirul mengatakan bahwa penganiayaan itu intensif diterima oleh pasien pada awal masuk ke kerangkeng itu. Lama kelamaan, tingkat kekerasan itu mulai berkurang.
“Jadi, ada satu pola di mana terjadinya yang paling intensif ketika awal orang masuk ke sana. Nanti, ketika prosesnya sudah mulai agak lama, itu sudah mulai berkurang mendapatkan kekerasan,” ungkapnya. (jpnn/rit)