JAKARTA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyediakan layanan terpadu meliputi pengaduan, pendampingan, layanan kesehatan, bantuan hukum, hingga layanan rehabilitasi sosial dan reintegrasi untuk perempuan dan anak.
Sekretaris Kementerian PPPA Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan kebijakan baru layanan terpadu tersebut sebagai tindak lanjut dari arahan Presiden RI Joko Widodo.
Hal tersebut diungkapkannya dalam Media Talk bertajuk “Komitmen Kemen PPPA Jalankan 5 Isu Prioritas Arahan Presiden” yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa (8/2)
“Reformasi manajemen kasus kekerasan terhadap anak agar bisa dilaksanakan cepat, terintegrasi, komprehensif yang disebut dengan one stop services, yaitu mulai dari pengaduan, pendampingan, layanan kesehatan, bantuan hukum hingga layanan rehabsos dan reintegrasi,” ujarnya.
Pihaknya menambahkan Kemen PPPA mendapatkan tugas baru dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2020 tentang Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang sebelumnya bertugas melakukan koordinasi murni menjadi semi-implementasi.
Dia menjelaskan tugas semi-implementasi itu diwujudkan dalam dua jenis layanan yaitu penyediaan layanan rujukan akhir bagi perempuan korban kekerasan yang memerlukan koordinasi tingkat nasional.
Selain itu juga disediakan layanan lintas provinsi dan internasional serta penyediaan layanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus yang memerlukan koordinasi tingkat nasional dan internasional.
“Ini dua tambahan tugas dan fungsi baru, sebelumnya KPPPA itu pure policy, kebijakan, kemudian berubah jadi semi-implementasi, terutama untuk batas wilayah di tingkat nasional dan internasional,” jelasnya.
Selain bertugas menyediakan layanan tersebut, Kemen PPPA juga diminta untuk memperbaiki sistem pelaporan dan layanan pengaduan terjadinya kekerasan terhadap anak.
“Kami juga diperintahkan untuk memperbaiki sistem laporan, layanan pengaduan,” katanya.
Kemen PPPA juga diminta melakukan aksi pencegahan kekerasan terhadap anak melalui kampanye, sosialisasi dan edukasi publik.
Pribudiarta juga menjelaskan dalam rangka melaksanakan tiga perintah presiden tersebut, pemerintah bersama DPR mendorong lahirnya Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
“DPR dan pemerintah kemudian bersama-sama sepakat untuk mengusung RUU TPKS tersebut,” katanya.