JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan penemuan kerangkeng di kediaman pribadi Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin.
Kerangkeng berisi beberapa orang itu ditemukan saat KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) beberapa waktu lalu.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, tim penyidik saat itu terkejut dengan adanya kerangkeng di halaman rumah Bupati nonaktif Langkat.
Saat itu, tim penyidik pun lantas menanyakan identitas orang-orang di dalam kerangkeng tersebut.
Kepada tim penyidik KPK, mereka mengaku sebagai pekerja kebun kelapa sawit milik Terbit Rencana.
“Orang-orang yang di dalam itu kemudian menerangkan bahwa mereka itu adalah pekerja di kebun sawit milik Bupati Kabupaten Langkat,” kata Nurul Ghufron, Rabu (26/1).
Ia menyatakan, anggota KPK yang bertugas saat itu tidak melakukan pendalaman terkait keberadaan kerangkeng dimaksud,
Pasalnya, tim KPK fokus mencari keberadaan Terbit Rencana yang saat itu belum diketahui.
“Karena memang tujuannya untuk melakukan pengamanan Bupati, maka tim penyelidik KPK bergerak bergeser ke tempat lain untuk mencari yang bersangkutan,” terang Ghufron.
Suara dari Istana
Terbaru, Istana berharap pihak berwajib dan berwenang menjatuhkan hukuman seberat-beratnya kepada Bupati nonaktif Langkat.
Hal tersebut disampaikan Deputi V Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramowardhanu dalam keterangannya, Rabu (26/1).
“Kami berharap Bupati Langkat yang tersangka kasus korupsi di KPK dan soal perbudakan modern dihukum berat,” tegasnya.
Anak buah Moeldoko itu juga mengutuk keras dugaan perbudakan modern yang dilakukan Rencana.
“KSP mengutuk keras adanya dugaan praktik perbudakan modern oleh Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin,” ujarnya.
Jaleswari menilai, tindakan Rencana itu sudah melanggar berbagai perundang-undangan. Baik itu KUHP dan UU Tipikor.
Juga UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, dan onvensi Anti Penyiksaan yang diratifikasi Indonesia.
Karena itu, Jaleswari berharap aparat penegak hukum bisa memberikan rasa keadilan kepada korban dugaan perbudakan modern itu.
“Saya berharap aparat penegak hukum mendengar suara hati dan rasa keadilan masyarakat terkait kasus ini,” tuturnya. (pojoksatu-red)