JAKARTA – Dalam webinar bertajuk ‘Kupas Tuntas’ dr Nalini Muhdi SpKJ (K) mengatakan gangguan depresi meningkat selama pandemi Covid-19 terjadi. Beberapa gejala awal adalah sering murung, gelisah, dan susah tidur. Jika Anda atau rekan Anda mengalaminya, segera cari bantuan. Sebab, depresi memiliki harapan untuk bisa disembuhkan.
Dia menjelaskan depresi merupakan gangguan perasaan yang dialami manusia. Bisa perasaan yang sangat sedih atau suasana hati yang buruk. Saat mengalami depresi, seseorang kerap memiliki pikiran negatif yang bisa mengganggu aktivitasnya.
Selama pandemi, dr Nalini menyebut, jumlah orang yang mengalami depresi meningkat. Itu dibuktikan dari data yang ada. Pertama, pada September 2021, World Health Organization (WHO) merilis data bahwa ada 280 juta orang di dunia yang mengalami depresi. Kedua, data survei kesehatan jiwa terkait dengan Covid-19 oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI). Hasilnya, 67 persen responden mengalami depresi.
Dari data itu, dia ingin masyarakat tidak menyepelekan depresi. Dengan memahami penyebab, gejala, penanganan, hingga pencegahannya. Bukan hanya untuk diri sendiri, melainkan juga orang sekitar. Agar lekas ditangani dan bisa sembuh.
Dokter spesialis kedokteran jiwa itu menjelaskan bahwa ada sejumlah gejala umum depresi. Mulai merasa sedih tiap hari, mudah tersinggung, hingga mengalami gangguan tidur. Gejala lain yang muncul adalah sulit berkonsentrasi dan merasa tidak berguna.
Sebagian atau semua gejala itu terjadi dengan derajat yang berat. Tak jarang menimbulkan permasalahan lainnya. Misalnya, terkena penyakit fisik, kecemasan, mengisolasi diri, dan menyakiti diri.
’’Jika depresinya parah, bisa sampai muncul keinginan bunuh diri,’’ kata dosen Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga itu.
Kasus bunuh diri juga meningkat selama pandemi. Berdasar data PDSKJI 2020–2021, tiap hari ada lima orang bunuh diri. Sebanyak 47 persen di antaranya berusia 10–39 tahun dan 71 persen yang bunuh diri adalah laki-laki. Menurut dr Nalini, sebagian laki-laki sulit mengekspresikan permasalahan. Penyebabnya adalah pola asuh dan sosial budaya. Karena itu, dia ingin masyarakat mengubah stigma agar kaum pria tidak terlambat mencari bantuan.
’’Jangan gengsi, laki-laki boleh kok menangis, ceritakan masalahnya,’’ tandas dr Nalini.