BANDUNG – Adanya kasus Pungutan Liar (Pungli) yang dilakukan oknum pejabat di SMA 22 Kota Bandung mendapat respon dari Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Jawa Barat Dedi Supandi.
Dedi mengaku baru mengetahui adanya kasus Pungli di SMA 22 Kota Bandung itu. Menurutnya terjadinya Pungli di lingkungan pendidikan sangat disayangkan. Sebab selama ini Disdik Jabar kerap melakukan pembinaan.
Disdik Jabar sejauh ini masih menunggu proses hukum.Termasuk, pemberian sanksi untuk menjatuhkan hukuman disiplin atau pidana kepada oknum yang melakukan Pungli di SMA 22 Kota Bandung.
‘’Adanya kasus Pungli ini harus menjadi perhatian bersama dan peringatan kepada seluruh guru dan tenaga pendidik,’’Kata Dedi dalam keterangannya, Minggu, (15/1).
Dia juga mengingatkan kepada para kepala cabang dinas untuk pembinaan kepada kepala sekolah. Kepala cabang dinas (KCD) wilayah 7 yang menaungi SMAN 22 Bandung untuk hadir dalam gelar perkara.
Dedi menyesalkan perbuatan yang tidak terpuji itu dilakukan oleh oknum pendidik, Sehingga atas kejadian ini harus menjadi cerminan ke depan.
“Secara institusi, saya kecewa, tapi, kalau itu menjadi sebuah perbaikan dan pembenahan institusi, ya kita dukung upaya tim saber pungli untuk terus membenahi institusi pendidikan,” ujar Dedi.
Dengan adanya kasus Pungli ini, Dedi memastikan proses pembelajaran di SMAN 22 Bandung tidak akan terganggu dengan adanya proses hukum kepada dua pejabat itu.
Sebelumnnya, Satuan Tim Saber Pungli Jabar membongkar perbuatan Pungli di SMA 22 Kota Bandung sebesar Rp20 juta kepada siswa akan bermutasi.
Kepala Bidang Data dan Informasi Satgas Saber Pungli Jabar M Yudi Ahadiat menyebut, pungutan liar itu muncul dari laporan orang tua siswa yang akan memutasikan anaknya dari sekolah Jakarta ke SMA 22 Kota Bandung.
“Bahwa pungutan itu betul. Tim Saber Pungli dari mulai tanggal 13 sampai hari ini telah melakukan pemeriksaan terhadap Wakepsek urusan kehumasan,” ucap Yudi saat dihubungi Jabar Ekspres, Jumat (14/1).
Menurutnya, pihak sekolah meminta kepada orang tua untuk membayar biaya administrasi sebesar Rp20 juta. Kemudian orang tua siswa meminta keringanan (nego) akhirnya menjadi Rp10 juta.