JAKARTA – Ketua Himpunan Onkologi dan Ginekologi Indonesia (HOGI), Dr. dr. Brahmana Askandar, SpOG(K)-Onk, mengatakan musuh utama sekaligus tantangan yang dihadapi pasien kanker ovarium setelah masa pengobatan.
“Musuh utama kanker ovarium adalah kekambuhan, karena sebagian besar terdeteksi bukan dalam stadium dini,” katanya seperti dilansir dari Antara.
Dia menyebut pada mereka yang terkena kanker ovarium pada stadium lanjut, tingkat kekambuhannya mencapai 80 persen meskipun sudah menjalani pengobatan.
Penanganan kekambuhan nantinya berbeda antarpasien. Ada yang perlu menjalani kemoterapi, pembedahan terlebih dulu sebelum kemoterapi atau bahkan terapi target.
“Kalau kambuh, sangat variatif per orang. Ada yang dikemoterapi, ada yang dioperasi dulu baru kemoterapi, ada pula yang menjalani target terapi. Ditentukan dokter bersama tim,” ujarnya.
Menurutnya pasien kanker ovarium yang sudah selesai menjalani pengobatan perlu dipantau secara terus menerus. Setidaknya mereka perlu kontrol teratur ke dokter tiga bulan sekali untuk mendeteksi ada tidaknya keluhan, benjolan baru dan lainnnya.
“Kanker ovarium perlu dipantau terus menerus. Tidak bisa setelah operasi dan kemoterapi maka selesai. Paling tidak dia harus kontrol teratur 3 bulan sekali untuk melihat ada tidaknya keluhan, munculnya benjolan baru dan lainnya,” tuturnya.
Saat melakukan kontrol ke dokter, penyintas bisa menjalani sejumlah tes dan pencitraan seperti CT-scan, MRI dan lainnya untuk mengonfirmasi adanya kekambuhan atau tidak.
Kanker ovarium dikatakan sebagai salah satu sillent killer karena tidak memiliki gejala khas yang dirasakan pasien pada stadium dini. Kanker dapat berasal dari ovarium kanan atau kiri atau keduanya.
Ovarium berukuran kecil sekitar 2cm, tetapi bila menjadi tumor atau kanker maka ukurannya bisa menjadi 50 cm dan terkadang walau ukuran tidak besar tetapi menyebar ke organ lain seperti paru-paru.
Lebih lanjut, dia menjelaskan kanker tersebut terbagi mulai stadium 1 hingga empat dan sayangnya sebagian besar baru terdiagnosis pada stadium lanjut yakni 3 dan 4. Hal ini karena perubahan dari normal menjadi kanker tidak melalui tahapan sejelas pada kanker serviks.
“Pemeriksaan canggih apapun itu hanya menyatakan saat ini normal, tetapi terdeteksi dini misalnya benjolan jarang terjadi. Hal ini karena orang-orang tidak mengalami keluhan apapun. Haidnya normal, indung telur masih bisa berproduksi,” paparnya.