JAKARTA – Pakar hukum administrasi negara Dian Puji Nugraha Simatupang mengomentari adanya perbedaan pendapat atau dissenting opinion dalam putusan dugaan korupsi PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI).
Dian menyebut, dissenting opinion yang disampaikan Anggota Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Mulyono Dwi Purwanto sesuai dengan Undang-undang. Metode total lost untuk penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam kasus ASABRI tidak sebagaimana disampaikan Hakim Mulyono dalam dissenting opinion.
“Apa yang disampaikan Hakim Mulyono itu sangat tepat secara teori dan juga dari sisi konsep pengaturan kerugian negara akibat korupsi ASABRI. Karena memang harus secara nyata dan pasti. Menurut saya dissenting opinion ini seperti oase di dalam suatu padang gurun pemberantasan korupsi yang tidak berkepastian dan tidak punya konsep yang jelas,” kata Dian dalam keterangannya, Minggu (9/1).
Dian menjelaskan, total lost tidak dikenal lagi sejak ada Pasal 39 PP Nomor 38 Tahun 2016 tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian Negara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain. Menurutnya, dalam Pasal 39 PP itu dikatakan penentuan nilai kekurangan dari penyelesaian kerugian negara/daerah dilakukan berdasarkan nilai buku atau nilai wajar atas barang yang sejenis.
Dalam hal baik nilai buku maupun nilai wajar dapat ditentukan, maka nilai barang yang digunakan adalah nilai yang paling tinggi di antara kedua nilai tersebut. Seharusnya dalam mengidentifikasi ada tidaknya kerugian negara dalam kasus ASABRI, BPK juga merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 248 Tahun 2016 yang mengatur soal pengelolaan jaminan TNI-Polri.
Bahkan, lanjut Dian, terdapat aturan yang lebih tinggi yang menegaskan bahwa perhitungan kerugian keuangan negara haruslah berdasarkan kerugian nyata dan pasti. Itu diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Putusan Mahkamah Konstitusi soal frasa dapat merugikan keuangan negara dalam Pasal 2 dan 3 UU Tipikor yang dinyatakan tidak berlaku lagi.
“Jadi, tidak ada lagi total lost, tidak ada partial lost. Jadi, nilai kekurangan atau kerugian betul-betul nilai buku atau nilai nyata. Nilai nyata itu misalnya saya kehilangan Rp 200 ribu di kas, maka Rp 200 ribu itu saja, jangan kemudian Rp 200 ribu ditambah yang lain atau kalau uang itu digunakan bertambah menjadi Rp 500 ribu, tidak mungkin seperti itu. Jadi, betul-betul seharga nilai buku atau berapa yang kemudian secara wajar bahwa uang itu berkurang,” cetus Dian.