JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan dalih Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi terkait kasus suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintahan Kota (Pemkot) Bekasi.
Wali Kota Bekasi itu diduga menggunakan dalih sumbangan masjid dalam kasus suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi.
“Tersangka Wali Kota Rahmat Effendi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi, di antaranya dengan menggunakan sebutan untuk sumbangan masjid,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (6/1).
Selain Rahmat Effendi, kasus ini juga turut menjerat delapan orang lainnya sebagai tersangka. Mereka di antaranya Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP, M. Bunyamin; Lurah Kati Sari, Mulyadi alias Bayong; Camat Jatisampurna, Wahyudin; Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi, Jumhana Lutfi; Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril; pihak swasta, Lai Bui Min alias Anen; Direktur PT Kota Bintang Rayatri, Suryadi dan Camat Rawalumbu, Makhfud Saifudin.
Firli menjelaskan, kasus yang kini menjerat Rahmat Effendi dan delapan tersangka lainnya dari adanya penetapan APBD-P tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan nilai total anggaran sekitar Rp 286,5 miliar. Ganti rugi dimaksud di antaranya pembebasan lahan sekolah di wilayah Rawalumbu senilai Rp 21,8 miliar, pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp 25,8 miliar, pembebasan lahan Polder Air Kranji senilai Rp 21,8 miliar dan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar.
“Atas proyek-proyek tersebut, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi periode 2018-2022 diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan intervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek pengadaan dimaksud serta meminta untuk tidak memutus kontrak pekerjaan,” kata Firli.
Sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effend diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi. Bahkan dia berani menggunakan istilah sumbangan masjid untuk memuluskan aksinya.