JAKARTA – Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan pemberian vaksin booster mekanismenya berbeda dengan pemberian vaksin dosis 1 dan 2. Sebab target dunia dan juga pemerintah Indonesia pada khususnya adalah mengejar herd immunity dosis lengkap 2 dosis.
“Vaksin booster itu tentu untuk pelaksanaannya berbeda dengan vaksin 1 dan 2 karena apa, kita melihat target utama pemerintah adalah pencapaian 2 dosis. Memasuki tahun ketiga juga kita melihat bahwa, pemerintah tentu memiliki beban lebih besar. Mekanisme pembiayaannya juga lebih fleksibel ya menyikapi situasi terkini,” kata Dicky, Selasa (4/1).
Dia mengusulkan ada beberapa opsi gratis vaksin booster bagi sejumlah kelompok yang sebaiknya digratiskan.
Pertama, untuk penerima risiko tinggi, lansia, komorbid, atau pekerja kesehatan pelayan publik.
“Itu semua harus gratis. Harus ditanggung oleh pemerintah. Karena mereka jadi kelompok yang rawan dan perlu segera. Kalau bayar maka akan menjauhkan dari booster,” ujarnya.
Kedua, bagi kelompok masyarakat miskin dengan jumlah hampir 70 juta ya. Kelompok miskin ini harus ditanggung pemerintah.
“Lewat mekanisme Penerima Bantuan Iuran atau PBI dan BPJS Kesehatan. Mereka tak punya kemampuan bayar, tapi kelompoknya besar,” jelasnya.
Lalu masyarakat umum dewasa produktif ataupun anak, bisa ditanggung mekanisme anggota BPJS. Mayoritas atau mekanisme bisa menggunakan asuransi swasta lainnya.
“Berbayar tapi dibayari asuransinya. Artinya ada BPJS, swasta, atau lainnya,” ucapnya.
Terakhir adalah mereka yang sistemnya mandiri.
“Baru yang lain adalah sifatnya mandiri, atau dibayari institusinya perkantorannya. Usulan saya untuk booster begitu,” pungkasnya.
Sebelumnya Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan pada tanggal 12 Januari 2022 nanti vaksinasi booster akan dimulai. Dalam informasi itu, terdapat wacana pemberian vaksin booster diproyeksikan membuka opsi gratis bagi sejumlah kelompok. (jawapos/ran)