Sebelumnya, kasus tersebut berawal ketika Nenek Wasini (95), warga Desa Gamel, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon dilaporkan ke Polisi oleh istri seorang anggota polisi berinisial YI dengan gugatan penipuan atas jual beli tanah.
Nenek Wasini merupakan pemilik tanah seluas 220 meter persegi di Desa Gamel, Kabupaten Cirebon.
Pada tahun 2010, nenek Wasini menjual sebagian tanahnya seluas 64 m2 kepada seseorang bernama Suali. Transaksi jual beli tanah tersebut diketahui kuwu dan tercatat resmi di desa setempat.
Ketika tahun 2015, Suwara anak nenek Wasini yang telah meninggal dunia, menjual sebagian tanah sisa kepada YI, yang merupakan istri dari aparat kepolisian.
“Transaksi antara almarhum Suwara dan YI tanpa sepengetahuan Nenek Wasini,” ujar Miranti Kusumawardhani Rusyamsi saat jumpa pers kepada wartawan Kamis 2 Desember.
Ia mengatakan, proses jual beli tersebut hanya ditandatangani oleh Suwara sebagai penjual dan YI sebagai pembeli.
Usai proses jual beli tanah tersebut, YI meminjam sertifikat tanah tersebut dengan alasan untuk mengukur tanah. Tetapi ternyata sertifikat tanah yang dipinjamnya tidak dilaporkan ke Desa untuk dilakukan pengukuran.
YI yang tidak memiliki tanah seluruhnya tersebut, justru kemudian mengaku dan menyebut dirinya memiliki seluruh tanah milik nenek Masini.
“Bagaimana bisa, seluruh tanah nenek Masini kemudian diklaim menjadi milik dia. Sedangkan nenek Wasini sendiri tidak mengetahui adanya jual beli tersebut,” katanya.
Kemudian YI melaporkan Nenek Wasini ke Polresta Cirebon dengan dugaan penipuan.
“Yang menjadi pegangan kami, dari transaksi antara Suwara dan YI di kwitansi sama sekali tidak ada nama Wasini. Tetapi hanya ada tandatangan Suwara dan YI saja. Selain itu juga kita meragukan kwitansi tersebut karena terlihat baru,” tegasnya.
Karenanya, atas dasar fakta tersebut dinilainya proses hukum tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Terlebih nenek Wasini yang sama sekali tak hubungan dengan proses jual beli tanah tersebut. (rdr/rit)