Kelak, lanjut Hotum, tantangan perempuan di generasi berikutnya akan lebih berat. Maka literasi perlunya menjadi budaya dan kebutuhan kaum hawa. Supaya lebih cerdas, tidak terbawa pengaruh hoaks, tergiring informasi tidak berimbang.
“Bijak menghadapi kehidupannya, dengan membudayakan literasi sebagai kebutuhan. Supaya kelak juga membina anak-anak dengan cerdas dari literasi yang dipahami, bukan dengan informasi tidak jelas,” harapnya.
Tidak hanya digarap kalangan pergerakan atau organisatoris. Sejumlah akademisi terlibat dalam penuangan cara pandangnya. Dosen, guru, pimpinan perguruan tinggi, tertarik akan penyusunan buku tersebut.
Melihat ‘seksi’-nya ide yang digulirkan para inisiator yang menonjolkan sisi kepeloporan. “Mengingat belum ada kegiatan literasi semacam ini yang digerakan atau digawangi kaum perempuan. Makanya memang bahasan di dalamnya, mulai dari persoalan kecil di lingkungan keluarga, domestik, kepemimpinan perempuan, politik, sampai poligami,” rinci Hotum membocorkan.
Rencananya, buku itu dilaunching hari ini di Hotel Fave menghadirkan sejumlah tokoh literasi, dan stakeholder terkait sampai perwakilan dari kementerian. Peluncurannya sendiri dikonsep secara menarik dan menuangkan kreasi-kreasi literasi dalam berbagai dimensi.
Itu semua, lanjut dia, dilakukan semata satu tujuan demi kemajuan kaum perempuan. Mereka yang menulis berbagai latarbelakang organisasi dan profesi menyimpan atributnya masing-masing.
Mempersembahkan sebuah karya dari Perempuan Tasikmalaya, yang diharapkan bisa menjadi preferensi daerah, lebih luasnya lagi untuk Indonesia. “Semoga pemikiran para penulis ini dapat menginspirasi perempuan Indonesia,” harapnya. (igi)