JAKARTA – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat berharap konten lokal bernilai edukatif, insipiratif serta ramah anak serta mampu mendominasi media penyiaran Indonesia agar bisa memberikan manfaat optimal kepada seluruh masyarakat.
Harapan itu disampaikan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Agung Suprio, berkaca dari masih banyaknya konten konten asing dan kurang ramah anak yang disiarkan di media-media penyiaran saat ini.
“Kami terus berharap TV dan radio (di Indonesia) bisa membuat lebih banyak konten bermuatan lokal, yang memang asli menggambarkan Indonesia,” kata Agung dikutip Senin.
Muatan lokal yang inspiratif, edukatif, dan ramah anak harus menjadi prioritas mengingat media penyiaran di Indonesia merupakan media yang paling banyak diakses meski harus bersaing dengan perkembangan media digital.
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Lembaga Riset Media Nielsen, selama 2020 media penyiaran merupakan media yang paling banyak diakses oleh masyarakat Indonesia.
Media penyiaran pun kini bersaing ketat dengan platform digital seperti layanan streaming audio serta Over-The-Top (OTT).
Agar kontennya tetap diminati namun bisa membentuk SDM dari generasi muda semakin berkualitas maka diperlukan konten lokal yang bersifat inspiratif, edukatif, serta ramah anak di media penyiaran Indonesia.
Tentunya produksi konten- konten lokal bermuatan positif tersebut diharapkan bisa digenjot oleh media- media yang nanti mengisi ruang publik setelah Analog Switch Off (ASO) terealisasi penuh pada 2 November 2022.
Hal serupa juga disampaikan oleh Anggota Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno yang mengharapkan media penyiaran Indonesia bisa menggunakan paradigma “out of the box” agar konten yang disajikan bisa bersaing dengan media asing namun tetap diminati masyarakat Indonesia.
Dave menyebutkan setelah ASO terealisasi secara nasional maka ada efisiensi lebar pita yang memungkinkan semakin banyak media penyiaran baru berkembang.
Kondisi itu harus diiringi peningkatan kualitas produksi konten-konten yang mendidik di ruang publik.
“Industri kreatif penyiaran harus berinovasi menghadirkan konten dengan nilai- nilai yang kita anut seperti tata krama, moralitas, dan nasionalisme. Jangan manja, cuma ambil program dari media asing lalu di-dubbing. Ini justru tidak mendukung industri kreatif Indonesia,” ujarnya. (antara-red)