“Kita selalu merasa bahwa kita [orang tua] yang paling benar buat anak-anak kita, tapi ternyata masih banyak lagi pembelajaran yang bisa kita dapatkan. Kadang kita egois sama anak-anak merasa bahwa ‘aku sudah paling benar’ atau yang kita terapkan sudah paling benar, tapi ternyata tidak seperti itu,” kata Fenita.
Sebelum resmi tayang di bioskop tanah air pada 14 Oktober, film “Nussa” tayang lebih dulu secara terbatas di belasan kota besar di Indonesia. Sayangnya, anak berusia di bawah 12 tahun belum bisa menonton karena protokol kesehatan COVID-19 yang ditetapkan pemerintah belum mengizinkan mereka memasuki bioskop.
“Doakan saja, semoga nantinya kami bisa mempertontonkan ‘Nussa’ di sebuah platform yang mungkin jadi lebih inklusif. Tapi untuk sekarang, karena kita tahu film ‘Nussa’ bisa nikmati bukan hanya anak-anak, maka kami ingin memberikan pengalaman menonton ini kepada teman-teman di bioskop,” kata Anggia.
Ia juga menegaskan dengan menonton film di bioskop, maka industri dan ekosistem perfilman Indonesia bisa terus hadir dan tumbuh karena didukung oleh semua penikmat film.
“Yang pasti jangan ditonton bajakan, bikinnya susah banget. Lama lagi produksinya, itu hampir tiga tahun,” pungkasnya sambil menekankan termasuk lebih dari 130 animator Indonesia terlibat dalam pengerjaan film ini di tengah menghadapi tantangan situasi pandemi COVID-19 yang membatasi aktivitas dan pertemuan. (antaranews)